Perkembangan Perpustakaan Pada Era Keemasan Islam

 A. Pendahuluan

Ayat Al-Quran “iqro” yang memiliki makna membaca, menjadi dorongan tersendiri bagi umat islam untuk belajar membuka pengetahuan dengan membaca, menulis dan merenung.[1]  Peradaban Islam memiliki hubungan erat dengan tradisi menulis. Sejak awal sejarah Islam, penulisan dan pencatatan informasi memiliki peran penting dalam pengembangan dan penyebaran pengetahuan dalam masyarakat Muslim. Salah satu momen penting dalam tradisi menulis dalam peradaban Islam adalah penulisan Al-Qur'an. Al-Qur'an diwahyukan kepada Nabi Muhammad melalui wahyu Allah, dan Nabi Muhammad memerintahkan umat Muslim untuk mencatat wahyu-wahyu tersebut. Penulisan Al-Qur'an dilakukan dengan seksama oleh para sahabat Nabi, dan kemudian salinan-salinan Al-Qur'an disebarkan ke berbagai wilayah Muslim. Hal ini memastikan bahwa teks Al-Qur'an dapat dipelajari dan dihafal secara akurat.

Selain penulisan Al-Qur'an, peradaban Islam juga memberikan kontribusi besar dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra, sejarah, dan filsafat. Pada periode keemasan peradaban Islam pada abad ke-8 hingga ke-14 Masehi, ada perkembangan pesat dalam penulisan dan pencetakan buku. Kota-kota seperti Baghdad, Kairo, Cordoba, dan Timbuktu menjadi pusat intelektual yang penting, dengan perpustakaan yang kaya akan manuskrip dan buku.

Pada masa itu, para cendekiawan Muslim menerjemahkan banyak karya ilmiah klasik dari bahasa Yunani, Latin, dan Persia ke dalam bahasa Arab. Mereka juga menulis karya-karya asli dalam berbagai bidang, termasuk matematika, astronomi, kedokteran, filsafat, dan sastra. Penerjemahan buku dengan cara menyalin dilakukan oleh warraq atau penyalin naskah atau buku dalam menyalin buku warraq mempunyai beberapa motivasi yaitu keilmuan, ibadah, sosial, politik dan ekonomomi.[2]

J. Pedersen  mengatakan jarang ada kebudayaan lain di dunia tulis menulis memainkan peranan begitu penting seperti dalam peradaban Islam. Peradaban islam khususnya dibidang kepustakawanan Islam melalui tiga fase perkembangan. Pertama adalah fase kemunculan dan pertumbuhan yaitu abad ke-1 H (622-721). Kedua fase perkembangan dan kematangan, yaitu mulai abad ke-2 awal abad ke 7 H (720-1220 M). Ketiga, fase kemunduran (akhir abad ke 7 H/ 1258 M). Kemunculan perpustakaan berawal dari daulah (kekuasaan) Islam, lembaga-lembaga pendidikan islam muncul terlebih dahulu seperti al-Masjid, al-khuttab, Majelis al-Munadharah, dan al-madrasah.

B. Kemunculan Perpustakaan di Era Keemasan Peradaban Islam

Kepustakaan dan perpustakaan islam berkembang mencapai puncak dengan difusi atau pesebaran, kontak dan alkuturasi berbagai budaya: Arab, persia, Greek (Yunani), Romawi dan lain lain. Perkembangan perpustakaan islam  mencapai puncaknya yaitu pada masa daulah Abbasyiah di Bagdad Iraq yang dipimpin oleh Khalifah al Makmun dalam membangun dan mengembangkan perpustakaan Bait al Hikmah. Koleksi perpustakaan bait al himah pada masa daulah Abbasyiah sangatlah kaya dan tertata dalam pengelolaan perpustakaan.  Penerjemahan buku kedalam bahasa Arab menjadi salah satu usaha khilafah saat itu untuk memperkaya koleksi perpustakaan islam, penerjemah atau warraq diangkat langsung oleh seorang khilafah sehingga dapat menghasilkan terjemahan yang bagus dan dapat dipertanggungjawabkan.  Selain daulah Abbasyiah, buku ini juga memperkenalkan daulah bani umayah dan daulah Saljuk, selain perpustakaan bait al hikmah diperkenalkan juga istilah lembaga keislaman seperti maktabah, khutub dan khana.

Kemunculan perpustakaan ditandai dengan ditemukannya kertas, dengan ditemukannya kertas gairah untuk mempelajari ilmu pengetahuan dan mengajarkan pengetahuan menjadi tinggi, selain itu perpustakaan saat itu menjadi pusat intelektual dan pusat dokumentasi ilmu pengetahuan. Perpustakaan dalam sejarah Islam mempunyai fungsi yaitu; pertama, tempat mencari bahan referensi bagi para penuntut ilmu di berbagai jenjang pendidikan; kedua, bahan kajian intelektual Islam; ketiga, pusat penyimpanan buku dan manuskrip berharga para ilmuwan, keempat, sebagai tempat pertemuan diskusi ilmiah dan debat intelektual, dan kelima, menjadi simbol perkembangan khilafah dan penguasa lokal.[3]

Secara garis besar perkembangan perpustakaan islam  pada masa Emas Peradaban Islam terbagi menjadi tujuh jenis:[4]

No

Type

Jenis Perpustakaan

1

Perpustakaan Pribadi

Perpustakaan Pribadi di dirikan di Madinah (Bayt al-Jumahi) di rumah Abdul al-Hakam bin Amr bin Abd Allah bi Afwan al-Jumahi (Umayyad)

Perpustakaan pribadi di dirikan di Madinah (Bayt Ibn Abi Layla) di rumah Abd al-Rahman bin Abi Layla

2

Perpustakaan Umum

Perpustakaan setengah-perpustakaan umum didirikan oleh Muawiyah di Damaskus

Perpustakaan pribadi di Madinah, Damaskus, Basra, Kufah, dan Mesir termasuk salinan Al-Qurʾān, ḥadīth, sirāt Muḥammad, maghāzī, khuṣṣas, puisi, catatan publik, teks hukum, Israiliyāt, literatur pra-Islam termasuk peribahasa, muʿallaqāt, studi tata bahasa, awal interpretasi Al-Qur'an, studi teologi dan filosofis awal, dan terjemahan teks filosofis Yunani

Perpustakaan umum, Dār al-ʿIlm di Mosul dibangun oleh Abū al-Qāsim Jaʿfar bin Muḥammad bin amdan al-Mawṣīlī al-Shaḥḥām (854-934, Abbasiyah).

3

Perpustakaan Masjid

Qubbat al-Khaznah dibangun di Masjid Agung Damaskus. Berisi akta wakaf, dokumen hukum, dan beberapa manuskrip dalam berbagai bahasa, antara lain Yunani, Latin, Syria, Koptik, Ibrani, Aram, Georgia, dan Arab (789, Abbasiyah).

Sultan Abū al-Ḥasan Alī bin Yūsuf bin Tashfin (1143) khalifah Andalus, mendirikan masjid Ibn Yūsuf di Marrakesh dengan koleksi bukunya yang banyak. Masjid "al-Mustajadd" (al-Qamriyya) dibangun di sisi barat Baghdad, yang juga merupakan perpustakaan (1228, Abbasiyah).

4

Perpustakaan Istana

Khalifah Hārūn al-Rashd dan putranya, Khalifah al-Maʾmūn mendirikan dan memperbesar perpustakaan istana bernama "Bayt al-Ḥikmah" di Baghdad.

Di Bagdad, perpustakaan istana Alī bin Yaḥyá al-Munajjim (wafat 888) dibuka untuk pelajar dan cendekiawan (9 C, Abbasiyah).

Al-Fatḥ bin Khaqān, sekretaris Khalifah al-Mutawakkil (memerintah 847-861), membuka perpustakaan istananya untuk ulama lain di Baghdad

5

perpustakaan madrasah [universitas].

Niẓām al-Mulk sang wazir Seljuk, mendirikan madrasah “al-Niẓāmiyya” di Baghdad timur, dekat istana khalifah. Madrasah memiliki perpustakaan. Pada tahun 1116, kebakaran menghancurkan madrasah tersebut, dan dibangun kembali oleh al-Nasir li-Din Allāh, Khalifah Abbasiyah, pada tahun 1193.

Madrasah al-Badriyyah di Basra (Irak), dibangun oleh faqīh Imād al-Dīn Hibāt Allāh al-Mawṣilī (1179), juga memiliki perpustakaan.

Khalifah Abbasiyah al-Mustanṣir membangun madrasah “al-Mustanṣiriyya” di sisi timur Istana di Baghdad. Madrasah ini memiliki perpustakaan yang besar. Inventarisasi dan klasifikasi karya dilakukan oleh Syekh Abd al-ʿAzīz bin Dalaf (1227).

6

Perpustakaan Khanqah/ribat

(asrama “bagi penuntut ilmu khususnya tasawuf”)

Di bawah kepemimpinan dinasti Artuqid di Mārdīn (sekarang Turki), filosof usām al-Dīn bin Arṭuq membangun makam yang berisi kumpulan kitab-kitab dalam bentuk wakaf (12 M, Abbasiyah).

Khalifah Abbasid al-Nāṣir (w. 1225) mendirikan makam “ʿUbayd Allāh” di Baghdad yang berfungsi sebagai madrasah dan perpustakaan, serta ribat Zumurrud Khatun dan al-Akhlatiyy.

7

Perpustakaan Bimaristan (rumah sakit islam)

Nūr al-Dīn al-Zankī (1173) mendirikan rumah sakit (Bīmāristān al-Nūrī) di Damaskus dengan koleksi buku ilmiah medis.

Sultan Kalāʿūn mendirikan māristān “Qalawun” di Kairo, dengan koleksi perpustakaan medis (13 C, Mamluk).

 

Kesimpulan

Perpustakaan muncul dan berkembang dengan ditemukannya kertas, buku di perpustakaan diperoleh dengan cara menyalin buku kemudian buku yang disalin tersebut menjadi koleksi perpustakaan, profesi penyalin buku di pustakaan disebut warraq, seorang warraq dipekerjakan dan digaji oleh khalifah dengan gaji yang tetap. Buku di perpustakaan pada masa keemasan islam tidak dipinjamkan kepada masyarakat, masyarakat bisa mengakses buku tersebut di perpustakaan dengan membaca dan menyalin buku tersebut. Perpustakaan pada era keemasan Islam dibagi menjadi tujuh jenis yaitu; perpustakaan pribadi, perpustakaan umum, perpustakaan masjid, perpustakaan istana, perpustakaan madrasah, perpustakaan Khanqah/ribat, perpustakaan bimaristan.

 

Daftar Pustaka

Antonio, Muhammad, Aam Rusydiana, Dwi Purwoko, Husnul Khatimah, and Amelia Puspita. “Islamic Library: History, Classification, and Waqf Role.” Library Philosophy and Practice 2021 (October 1, 2021).

Saepuddin, Didin. “Perpustakaan Dalam Sejarah Islam: Riwayat Tradisi Pemeliharaan Khazanah Intelektual Islam.” Buletin Al-Turas 22, no. 1 (January 30, 2016): 25–44.

Santoso, Budhi. “PERAN AL WARAQ DALAM INDUSRI PENERBITAN BUKU ISLAM DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERKEMBANGAN KEILMUAN ISLAM.” Tamaddun: Jurnal Kebudayaan dan Sastra Islam 19, no. 1 (June 28, 2019): 63–69. Accessed June 11, 2023. http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/tamaddun/article/view/3400.

 

 



[1] Muhammad Antonio et al., “Islamic Library: History, Classification, and Waqf Role,” Library Philosophy and Practice 2021 (October 1, 2021).

[2] Budhi Santoso, “PERAN AL WARAQ DALAM INDUSRI PENERBITAN BUKU ISLAM DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERKEMBANGAN KEILMUAN ISLAM,” Tamaddun: Jurnal Kebudayaan dan Sastra Islam 19, no. 1 (June 28, 2019): 63–69, accessed June 11, 2023, http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/tamaddun/article/view/3400.

[3] Didin Saepuddin, “Perpustakaan Dalam Sejarah Islam: Riwayat Tradisi Pemeliharaan Khazanah Intelektual Islam,” Buletin Al-Turas 22, no. 1 (January 30, 2016): 25–44.

[4] Antonio et al., “Islamic Library: History, Classification, and Waqf Role.”

1 komentar untuk "Perkembangan Perpustakaan Pada Era Keemasan Islam"

  1. Apa saja perbedaan dan persamaan antara perpustakaan pada masa keemasan Islam dengan perpustakaan modern?

    BalasHapus