facebook

Penyelesaian sengketa dalam transaksi e-commerce

Penyelesaian sengketa dalam transaksi e-commerce
Oleh : Dwi Aprillita 


BAB 1
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Perdagangan sangat penting dan merupakan perdagangan tanpa batas, dengan adanya era persaingan bebas, perdagangan bebas melewati batas-batas negara dengan melalui transaksi E-Commerce salah satu bidang yang menunjang kegiatan ekonomi dalam kehidupan bermasyarakat, di samping itu perdagangan dapat mempengaruhi era perekonomian nasional. Peranan di dalam perdagangan sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan, meningkatkan pelaksanaan pembangunan nasional guna mewujudkan pemerataan pembangunan serta memelihara kemantapan stabilitas nasional. Salah satu upaya yang dapat dilakukan guna merealisasikan pertumbuhan ekonomi yang secara substansial di sektor perdagangan, khususnya di era globalisasi yaitu dengan cara melalui proses penerapan antara sistem perdagangan dengan Teknologi Informasi dalam mempermudah melakukan transaksi E-Commerce.
Teknologi informasi dalam hal ini terdiri dari sistem megumpulkan (collect), menyimpan (Store), memproses, memproduksi dan mengirim informasi. Sistem informasi dan komunikasi elektronik telah diimplementasikan, hampir semua sektor kehidupan dalam masyarakat dengan terciptanya suatu pasar baru yang telah mendorong perkembangan sistem ekonomi masyarakat dari traditional ekonomi yang berbasiskan industri manufaktur. Era globalisasi dalam dunia ekonomi, khususnya di dalam perdagangan dimudahkan dengan adanya internet (Interconnected Networking)sebagai media komunikasi yang cepat. Kemajuan dan keunggulan teknologi komunikasi dan informasi di era globalisasi ini, yaitu dengan adanya E-Commerce Transaction (Electronic Commerce Transaction). E-Commerce merupakan model bisnis yang non-face (tidak menghadirkan pelaku bisnis secara fisik) dan non-sign (tidak memakai tanda tangan asli). E-Commerce adalah bisnis dengan melakukan pertukaran data (data Interchange) via internet di mana kedua belah pihak, yaitu orifinator dan adressee atau disebut dengan penjual dan pembeli barang dan jasa, dapat melakukan bargaining dan transaksi.Aktivitas melalui transaksi bisnis E-Commerce semua proses mulai dari pengiklanan, penjualan produk hingga pembayaran transaksi dilakukan secara online, dengan adanya transaksi E-Commerce sering terjadi kesalahan di dalam bertransaksi dimana pihak konsumen tidak memahaminya bagaimana cara bertransaksi melalui E-Commerce, dalam hal ini transaksi E-Commerce tidak secara langsung bertemu dengan pihak yang mengikatkan dirinya dalam sebuah perjanjian dan perjanjian tersebut tidak dilakukan secara tertulis, transaksi E-Commerce dilakukan secara lisan oleh kedua belah pihak yang mengikatkan dirinya dalam sebuah perjanjian. [1]
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu E-Commerce
2.      Bagaimana Solusi ADR dalam kasus e-commerce
3.      Bagaimana solusi alternatif  penyelesaian kasus sengketa e-commerce

C.     Tujuan
1.         Untuk mengetahui apa itu e-commerce.
2.         Untuk mengetahui bagaimana solusi ADR dalam kasus e-commerce.
3.         Untuk mengetahui bagaimana solusi alternative penyelesaian kasus sengketa e-commerce.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi e-commerce
Indonesia dengan jumah penduduk 4 terbesar di dunia memegang peranan penting dalam perdagangan secara elektronik (e-commerce). E-commerce adalah sistem perdagangan yang memanfaatkan teknologi informasi dan merupakan sistem perdagangan yang inovatif yang memungkinkan terjadinya transaksi elektronik secara cepat ke seluruh penjuru dunia melalui dunia maya (cyber world) tanpa ada batasan (borderless). Sejalan dengan meningkatnya pemanfaatan e-commerce oleh masyarakat maka akan hal ini akan mempertinggi resiko timbulnya persengketaan perdagangan akibat adanya proses transaksi jual beli secara elektronik. Melihat kondisi yang ada, maka perlu ditemukan suatu sistem yang tepat, efektif dan efesien dan memiliki kemampuan penyelesaian sengketa dengan sederhana, cepat dan biaya yang ringan.[2]
Electronic Commerce atau disingkat E-Commerce, istilah ini biasanya selalu dihubungkan dengan jual-beli online atau transaksi yang melibatkan penjualan dan pembelian produk maupun jasa melalui internet. Suatu proses penjualan dan pembelian produk maupun jasa yang dilakukan secara elektronik yaitu melalui jaringan komputer atau internet. Arti lain dari e-commerce yaitu penggunaan teknologi informasi dan komunikasi pengolahan digital dalam melakukan transaksi bisnis untuk menciptakan, mengubah dan mendefenisikan kembali hubungan yang baru antara penjual dan pembeli.[3]



-          Tujuan dan Manfaat e-Commerce
Dalam banyak kasus, sebuah perusahaan e-Commerce bisa bertahan tidak hanya mengandalkan kekuatan produk saja, akan tetapi dengan adanya tim manajemen yang handal, pengiriman yang tepat waktu, pelayanan yang bagus, struktur organisasi bisnis yang baik, jaringan infrastruktur dan keamanan, desain situs web yang bagus, beberapa faktor yang termasuk yaitu:
a.  Menyediakan harga kompetitif
b.  Menyediakan jasa pembelian yang tanggap, cepat dan ramah
c.  Menyediakan informasi barang dan jasa yang lengkap dan jelas
d.  Menyediakan banyak bonus seperti kupon, penawaran istimewa, dan diskon.
e.  Memberikan perhatian khusus seperti usulan pembelian
f.   Menyediakan rasa komunitas untuk berdiskusi, masukan dari pelanggan, dan lain-lain
g.  Mempermudah kegiatan perdagangan.
                  Beberapa aplikasi umum yang berhubungan dengan e-Commerce adalah:
a.       E-mail dan Messaging
b.      Content Management System
c.       Dokumen, spreadsheet, database
d.      Akunting dan sistem keuangan
e.       Informasi pengiriman dan pemesanan
f.        Pelaporan informasi dari klien dan enterprise
g.      Sistem pembayaran domestic dan internasional
h.      Newsgroup
i.        On-line Shopping
j.        Conferencing
k.      Online Banking
Jika penggunaan e-Commerce ini dapat dilakukan dengan maksimal maka akan banyak mendatangkan keuntungan bagi perusahaan yang menjalankan bisnis melalui platform e-commerce, keuntungan yang dapat diambil anatara lain :
a.       Mendapatkan pelanggan baru. Dengan perkembangian teknologi saat ini maka tidak menutup kemungkinan penggunaan e-commerce dapat menjangkau lebih luas pelanggan dengan memanfaatkan jaringan internet.
b.      Memberikan pengalaman baru bagi pelanggan. Dengan banyak kasus banyak perusahaan yang mendesain platform e-commerce dengan menarik sehingga mendatangkan pelanggan baru atau mempertahankan pelanggan lama, sebagai contoh: www.nike.com atau www.portegoods.com.
c.       Mempertahankan hubungan dengan pelanggan. Dibanyak kasus juga beberapa perusahaan membuat sistem e-commerce yang terintegrasi dengan pelanggan secara langsung.
d.      Realtime service. Pelanggan dapat melakukan transaksi kapan pun dan dimanapun sedang berada.
e-commerce memberikan pilihan kepada produsen tentang jenis usaha dan skala usaha yang akan dikembangkan. Dengan mengimplementasikan e-commerce, produsen dapat memilih untuk mengembangkan target pasar kepada pasar global atau hanya fokus terhadap segmen pasar tertentu. Bagi usaha kecil dam menengah, dengan menggunakan e-commerce dapat menawarkan sesuatu yang berkualitas dan terjangkau serta memiliki kepercayaan diri menghadapi pesaing. Biaya tidak kemudian menjadi kendala utama, tetapi yang terpenting bagaimana usaha kecil dan menegah dapat menunjukkan produk atau jasa yang ditawarkan melalui websitenya dan dapat dilakukan melalui penjualan secara online.


B.     ADR Solusi dalam kasus e-commerce
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki pengaruh perekonomian yang besar di mata internasional. Dengan populasi penduduk yang ±250 juta penduduk menempatkanIndonesia dalam posisi yang sangat strategis di dalam intensitas transaksi bisnis baik domestik maupun internasional. Dengan besarnya frekuensi kegiatan bisnis maka akan memicu meningkatnya jumlah sengketa yang terjadi. Beragam sengketa yang timbul dari kegiatan bisnis atau aktivitas komersial secara umum disebut sengketa bisnis atau sengketa komersial. Secara konvensional, penyelesaian sengketa bisnis pada umumnya diselesaikan melalui pengadilan (litigasi). Tahun 2008 Jurnal Ilmu Komputer, September 2014 dipungkiri pula bahwa proses penyelesaian melalui litigasi membutuhkan waktu yang cukup lama dan menyebabkan ketidakpastian bagi perusahaan atau para pihak yang bersengketa. Dalam dunia perdagangan berkembang dua model utama yaitu model perdagangan tradisional atau bisnis konvensional dan model yang merujuk pada prilaku perdagangan modern atau disebut bisnis modern. Kedua model tersebut masing-masing memiliki cara penyelesaian sengketa yang berbeda. Digunakannya teknologi internet sebagai sistem perdagangan yang inovatif memungkinkanterjadinya transfer informasi secaracepat ke seluruh penjuru dunia melalui dunia maya (cyber world) dan kondisi ini melahirkan apa yang disebut masyarakat gelombang ketiga. Didalam dunia bisnis saat ini, penyelesaian sengketa melalui pengadilan tidak disukai oleh banyak pihak dan kalaupun akhirnya penyelesaian dilakukan melalui lembaga peradilan, hal ini semata-mata hanya sebagai jalan yang terakhir (ultimatum remedium) setelah upaya lain tidak membuahkan hasil. Melihat kondisi yang ada, maka perlu ditemukan suatu sistem yang tepat, efektif dan efesien.Sistem tersebut harus mempunyai kemampuan penyelesaian sengketa dengan sederhana, cepat dan biaya yang ringan. Untuk menjawab hal ini, maka dunia bisnis modern berpaling pada Alternative Dispute Resulution (ADR) sebagai penyelesaian sengketa alternatif  karena kebutuhan akan penyelesaian sengketa dengan cepat dan biaya yang murah.
Alternative Dispute Resulution (ADR) memberikan solusi yang sangat baik dalam menyelesaiakan sengketa perdagangan konvensional yang dipisahkan oleh letak geografis dan antar negara. Akan tetapi seperti disebutkan sebelumnya, dengan meningkatnya masyarakat gelombang ketiga yang ditandai dengan interaksi dengan perangkat teknologi informasi khususnya melibatkan internet, menyebabkan perdagangan konvensional secara perlahan dan pasti beralih kepada perdagangan elektronik yang disebut dengan e-commerce.[4] Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) memproyeksikan bahwa pada tahun 2015 pengguna internet di Indonesia mencapat ±139 juta pengguna. Dengan angka yang disajikan oleh APJII dapat pula kita perkirakaan bila saja 30% dari pengguna internet di Indonesia melakukan perdagangan secara elektronik (e-commerce) maka angka yang muncul yaitu ±42 juta pengguna akan melakukan transaksi perdagangan secara elektronik di Indonesia. Angka ini pun apabila diperkirakan 10% transaksi elektronik berpeluang terjadinya sengketa maka ±4,2 juta kasus sengketa akan muncul dan perlu diselesaikan dengan cepat, efektif dan efesien dengan pertimbangan bahwa pihak yang bersengketa dipisahkan oleh letak geografis yang cukup jauh.[5]
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau yang lebih dikenal dengan Alternative Dispute Resolution (ADR) dapat ditempuh dengan berbagai cara. ADR tersebut dapat berupa arbitrase, mediasi, konsiliasi, minitrial, summary jury trial, settlement conference serta bentuk lainnya.[6]
C.    Solusi alternative penyelesaian kasus sengketa e-commerce
1.      Alternative Penyelesaian Sengketa secara Online
Untuk mempermudah penyelesaian sengketa dalam e-commerce, dalam perkembangannya muncul alternatif penyelesaian sengketa secara online (online dispute resolution/ODR).[7] Dalam hal ini ODR merupakan alternatif penyelesaian sengketa bisnis di luar pengadilan yang menggunakan internet sebagai media untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara para pihak. Pada dasarnya mekanisme yang ditempuh dalam penyelesaian sengketa melalui ODR pada prinsipnya sama dengan arbitrase secara konvensional, yang membedakan hanyalah tempat dan media penyelesian sengketa yang digunakan. Dalam keadaan tertentu pun, demi kelancaran jalannya penyelesaian sengketa, ODR dapat mempertemuka`n para pihak yang bersengketa.
Sebagai contoh ODR adalah The Virtual magistre yang dilahirkan oleh para akademisi hukum dunia maya yang bekerja untuk National Center for Automated Information Research (NCAIR) dan Cyberspace Institute yang didirikan oleh asosiasi arbitrase Amerika. Arbitrase online bekerja seperti persidangan, di mana arbitrator bertindak seperti hakim yang didahului dengan mendengarkan keterangan kedua belah pihak dan kemudian menjatuhkan putusan. Namun demikian, putusan yang dihasilkan dari ODR yang ada menekankan bahwa putusan yang dijatuhkan dapat bersifat mengikat ataupun tidak mengikat tergantung pada kesepakatan kedua belah pihak.[8] Teknis penyelesaian sengketanya dilakukan secara online dengan menggunakan media e-mail, video conferencing, radio button elektronic fundtransfer, web conference, maupun online chat.[9]
Penyelesaian sengketa melalui ODR terdapat kelemahan, dimana arbitrator tidak dapat melihat sengketa yang sebenarnya karena hanya bendasarkan pada teks di e-mail atau media internet lainnya.
2.      Alternative Penyelesaian sengketa secara Arbitrase
Arbitrase adalah penyerahan sengketa sevara sukarela kepada pihak ketiga yang netral serta putusan yang dikeluarkan sifatnya final dan mengikat. Badan arbitrase dewasa ini sudah semakin populer dan semakin banyak digunakan dalam menyelesaikan sengketa-sengketa internasional.[10]
Dalam melakukan transaksi e-commerce di dunia maya dimungkinkan terjadi sengketa seperti halnya sengketa yang terjadi dalam suatu hubungan hukum yang dilakukan secara konvensional. Semakin banyak dan luas kegiatan perdagangan, maka frekuensi terjadinya sengketa semakin tinggi, hal ini berarti akan banyak sengketa yang harus diselesaikan. Penyelesaian sengketa sendiri pada dasarnya dapat dikualifikasikan menjadi penyelesaian sengketa secara adversarial. Bentuk penyelesaian secara adversial melalui pengadilan atau lembaga arbitrase.
suatu cara perdamaian memecahkan ketidak sepahaman pihak-pihak dibidang kegiata komersial. Bidang komersial tersebut meliputi: transaksi untuk ekspor-oimpor makanan, perjanjian distribusi, perbankan, asuransi, pengangkutan Lembaga Arbitrase merupakan salah satu metode penyelesaian sengketa diluar pengadilan, yang juga basa disebut sebagai “pengadilan wasit” sehingga para arbiter dalam peradilan arbitrase befungsi layaknya wasit dalam suatu pertandingan. Arbitrase biasa dilakukan oleh para pengusaha (nasional maupun internasional) sebagai penumpang, pesawat udara, kapal laut, konsesi, perusahaan joint venture, dll.
Bahkan dalam perkembangan selanjutnya ternyata tata cara penyelesaian cara damai seperti arbitrase banyak dimanfaatkan juga dibidang-bidang sengketa tentang franchising, penerbangan, telekomunikasi internasional, dan penggunaan ruang angkasa komersial, bahkan ada yang mengendaki agar ditetapkan juga dalam pelanggaran terhadap keamanan lingkungan. Pada dasarnya yang menjadi kekuatan hukum arbitrase sendiri terdapat di Ps. 615 – 651 Reglemen Acara Perdata (Reglemen op de Rechtsvordering, Staatsblad 1847:52) dan Ps. 377 Reglemen Indonesia yang Diperbaharui ( Het Herziene Indonesisch Reglement, Staatsblad 1941:44) dan pasal 705 Reglemen Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Rechtsreglement Buitengewesten, Staatsblad 1927:227), dan juga KUHA Perdata. Sebenarnya selain arbitrase ada 4 yaitu :
1. Mediasi/Negosiasi
2. Badan Pemutus Administrasi
3. Ombudsman
4. Internal Tribunal ( Munir Fuady, 2000)
Tetapi arbitrase merupakan institutusi penyelesaian sengketa alternatif yang paling popular dan paling luas digunakan orang dibandingkan dengan institusi penyelesaian sengketa alternatif lainnya. Hal tersebut disebabkan banyaknya 5 kelebihan yang dimiliki oleh institusi arbitrase ini. Kelebihan-kelebihan itu adalah sebagai berikut :

a. Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak.
b. Dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan   administrative.
c. Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman, serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil
d. Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase
e. Putusan arboiter merupakan putusan yang mengikat par pihak dan dengan melalui tata cara (prosedur) sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan. f. Keputusan arbitrase umumnya final dan binding (tanpa harus naik banding atau kasasi) 
g. Proses arbitrase lebi mudah dimengerti oleh masyarakat luas.
h. Hukum terhadap prosedur dan pembuktian lebih rileks.
Arbitrase juga merupakan cara penyelesaian suatu sengketa diluar pengadilan umum yang didasarkan atas perjanjian tertulis dari pihak yang bersengketa. Tetapi tidak semua sengketa dapat diselesaikan melalui arbitrase, melainkan hanya sengketa mengenai hak yang menurut hukum dikuasai sepenuhnya oleh para pihak yang bersengketa atas dasar kata sepakat mereka. Selain itu disamping yang bersifat nasional institusi ini juga ada yang bersifat internasional, jumlahnya banyak dan terdapat di setiap negara, diantaranya badan arbitrase tertua di dunia ICSID, yang merupakan badan arbitrase tertua didunia.
Pada prinsipnya hanya perjanjian yang mensyaratkan adanya klausula arbitrase saja yang dapat diselesaikan melalui arbitrase, baik itu arbitrase ad hoc, ataupun lembaga arbitrase seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Ada 2 (dua) macam klausula arbitrase sehingga suatu sengketa perdata dapat diselesaikan melalui peradilan arbitrase yaitu:
1.      Dengan dicantumkan klausul dalam perjanjian pokok, yang berisi bahwa  penyelesaian sengketa yang mungkin timbul dari pada perjanjian itu akan diselesaikan denga peradilan arbitrase (Ps. 1 ayat1,3 UU Arbitrase) atau biasa juga disebut dengan “Pactum decompromittendo”.
2.      Dengan suatu perjanjia tesendiri, diluar perjanjian pokok. Perjanijan itu dibuat secara khusus bila setelah timbul sengketa dalam melaksanakan perjajian pokok. Suratperjajian semacam ini disebut “akta compromis” (Ps. 2 UU Arbitrase)
Dengan adanya klausula tersebut maka akan meniadakan hak para phak untuk mengajukan penyelesaian sengketa ke Pengadilan Negeri dan Pengadilan Negeri wajib menolak/tidak campur tangan dalam penyelesaia sengketa yang telah ditetepkan melalui arbitrase, kecuali yang ditetapkan UU no.30 tahun 1999. Sebagaimana dikatakan dalam Penjelasan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Arbitrase ditentukan bahwa :”…Pada dasarnya para pihak dapat mengadakan perjanjian untuk menentukan bahwa arbiter dalam memutus perkara 13 wajib berdasarkan ketentuan hukum atau sesuai dengan rasa keadilan dan kepatutan (ex aequo et bono), sedangkan mengenai sifatnya baik yang didasarkan pada ketentuan hukum maupun berdasarkan keadilan dan kepatutan, tentu saja dapat bersifat menghukum (Condemnatoir), hal ini tampak dalam peraturan prosedur BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) yang berlaku efektif tanggal 1 Maret 2003, dimana dalam Pasal 39 Peraturan Prosedur tersebut ditemukan dalam kalimat :” Biaya-biaya eksekusi Putusan ditanggung oleh Pihak yang kalah dan lalai untuk memenuhi ketentuan-ketentuan dalam putusan”.
Putusan Arbiter atau Majelis Arbitrase dapat dieksekusi melalui Pengadilan Negeri, sebagaimana ketentuan Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang Arbitrase, sebagaimana asas yang berlaku dalam hukum acara perdata, maka hanya putusan yang bersifat Menghukum (Condemnatoir) sajalah yang dapat dipaksakan pelaksanaannya oleh pengadilan, baik itu melalui mekanisme Sita Eksekusi, Sita Lelang, Sita Pengosongan dan Sita-sita lainnya.
Di dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999, eksekusi atau pelaksanaan putusan arbitrase di bagi dalam 2 bagian:
3. Bagian Pertama tentang eksekusi terhadap putusan arbitrase Nasional (Pasal 59 s/d Pasal 64).
4.    Bagian Kedua tentang pengakuan (recognition) dan pelaksanaan (enforcement) putusan arbitrase Internasional yang diatur dalam Pasal 65 sampai dengan Pasal 69.
Namun untuk kedua putusan baik Nasional maupun Internasional berlaku ketentuan Universal, bahwa putusan arbitrase adalah final dan mengikat para pihak. Tidak dapat dibanding maupun kasasi, seperti yang diatur dalam Pasal 60 UU Arbitrase. Tetapi putusan arbiter hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh ijin atau perintah untuk dieksekusi (executoir) dari pengadilan.[11]

3.      Penyelesaian Sengketa secara Damai
Transaksi e-commerce di dunia maya dimungkinkan terjadi sengketa seperti halnya sengketa yang terjadi dalam suatu hubungan hukum yang dilakukan secara konvensional. Semakin banyak dan luas kegiatan perdagangan, maka frekuensi terjadinya sengketa semakin tinggi,  hal ini berarti akan banyak sengketa yang harus diselesaikan. Sengketa ini dapat terjadi karena adanya wanprestasi maupun perbuatan melawan hukum.
Sengketa-sengketa tersebut dapat diselesaikan melalui proses litigasi maupun non litigasi. Namun demikian, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa e-commerce dilahirkan  dengan maksud untuk meniadakan hambatan dalam model transaksi bisnis yang konvensional berupa pertemuan langsung, sehingga dibatasi oleh waktu dan tempat, serta diperlukannya kertas-kertas sebagai suatu dokumen. Model e-commerce dalam transaksi bisnis secara dapat dilakukan  secara non face dan non sign. Oleh karena itu, model penyelesaian sengketa yang terlalu banyak memakan waktu, biaya dan terlalu banyak formalitas-formalitas pada hakikatnya merupakan suatu model penyelesaian sengketa yang tidak diharapkan e-commerce.
Sebaliknya e-commerce justru mengharapkan penyelesaian sengketa yang lebih cepat, murah dan tidak terlalu banyak formalitas-formalitas. Penyelesaian sengketa sendiri pada dasarnya dapat dikualifikasikan menjadi penyelesaian sengketa secara damai dan penyelesaian sengketa secara adversarial.
Penyelesaian sengketa secara damai lebih dikenal dengan penyelesaian secara musyawarah mufakat. Sementara penyelesaian sengketa secara adversial lebih dikenal dengan penyelesaian sengketa oleh pihak ketiga yang tidak terlibat dalam sengketa. Dalam penyelesaian sengketa secara damai tidak ada pihak yang mengambil keputusan bagi penyelesaian sengketa. Keterlibatan pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa secara damai adalah dalam rangka mengusahakan agar para pihak yang bersengketa dapat sepakat untuk menyelesaian sengketa mereka.[12]
Bentuk dari penyelesaian sengketa secara damai adalah negosiasi, mediasi dan konsiliasi.
a.       Negosiasi
Negosiasi adalah penyelesaian sengketa secara damai dimana para pihak berhadapan langsung tanpa ada keikut-sertaan dari pihak ketiga. Bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) lainnya adalah negosiasi yang pada dasarnya dilakukan pada saat proses persidangan. Hal ini dikarenakan, dalam proses persidangan berlaku prinsip hakim bersifat pasif, dimana terkandung arti bahwa para pihak dapat mengakhiri sengketa kapan pun dan hakim tidak boleh mengahalang-halanginya. Negosiasi sendiri suatu proses di mana para pihak berupaya untuk menyelesaikan sengketa yang timbul secara informal dengan atau tanpa pihak lain mewakilinya.
b.      Mediasi
Sementara mediasi dan konsiliasi adalah penyelesaian sengketa secara damai dimana ada turut campur pihak ketiga. Perbedaan antara konsiliasi dan mediasi terletak pada aktif tidaknya pihak ketiga dalam mengusahakan para pihak untuk menyelesaikan sengketa. Penyelesaian sengketa secara damai, apabila dilihat dari sifatnya, maka penyelesaian ini merupakan hal yang ideal mengingat keadilan muncul dari para pihak.
Mediasi menjadi salah satu bentuk penyelesaian yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa dalam sengketa e-commerce. Melalui mediasi pihak ketiga yang netral akan duduk bersama-sama dengan para pihak yang bersengketa dan secara aktif akan membantu para pihak dalam upaya menemukan kesepakatan yang adil dan memuaskan bagi keduanya. Dalam proses mediasi, seorang mediator hanya berperan sebagai fasilitator saja. Mediator tidak mempunyai kewenangan untuk membuat suatu keputusan yang mengikat para pihak. Seorang mediator akan membantu para pihak yang bersengketa untuk mengidentifikasi persoalan-persoalan yang menjadi pokok sengketa, memfasilitasi komunikasi di antara kedua belah pihak.[13]
c.       Konsiliasi
Mekanisme Penyelesaian sengketa melalui konsiliasi (conciliation) juga merupakan suatu proses penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga yang netral dan tidak memihak. Seperti juga pada tugas seorang mediator, tugas dari konsiliator hanyalah sebagai fasilitator untuk melakukan komunikasi di antara para pihak sehingga pada akhirnya solusi akan dihasilkan oleh para pihak itu sendiri.
Dalam proses konsiliasi, pihak ketiga yang akan membantu, telah membawa usulan penyelesaian, sehingga berperan lebih aktif dalam mengarahkan para pihak untuk sampai pada kesimpulan penyelesaian sengketa yang dapat disepakati para pihak.
Dalam melakukan proses konsiliasi, seorang konsiliator harus mampu mengetahui situasi dan kondisi kasus tersebut, mengetahui apa yang menjadi keinginan para pihak yang bersengketa serta mengetahui kebutuhan para pihak agar sengketa dapat diselesaikan secara cepat.  Perlu ditegaskan disini, bahwa penyelesaian sengketa secara damai menyaratkan adanya kesukarelaan dari pihak-pihak yang bersengketa. Tanpa adanya kesukarelaan diantara para pihak, tidak mungkin penyelesaian sengketa secara damai berjalan.[14]





BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Electronic Commerce atau disingkat E-Commerce, istilah ini biasanya selalu dihubungkan dengan jual-beli online atau transaksi yang melibatkan penjualan dan pembelian produk maupun jasa melalui internet. Suatu proses penjualan dan pembelian produk maupun jasa yang dilakukan secara elektronik yaitu melalui jaringan komputer atau internet. Arti lain dari e-commerce yaitu penggunaan teknologi informasi dan komunikasi pengolahan digital dalam melakukan transaksi bisnis untuk menciptakan, mengubah dan mendefenisikan kembali hubungan yang baru antara penjual dan pembeli.
Alternative Dispute Resulution (ADR) memberikan solusi yang sangat baik dalam menyelesaiakan sengketa perdagangan konvensional yang dipisahkan oleh letak geografis dan antar negara.
Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa diluar pengadilan umum yang didasarkan atas perjanjian tertulis dari pihak yang bersengketa. Tetapi tidak semua sengketa dapat diselesaikan melalui arbitrase, melainkan hanya sengketa mengenai hak yang menurut hukum dikuasai sepenuhnya oleh para pihak yang bersengketa atas dasar kata sepakat mereka. Selain itu disamping yang bersifat nasional institusi ini juga ada yang bersifat internasional, jumlahnya banyak dan terdapat di setiap negara, diantaranya badan arbitrase tertua di dunia ICSID, yang merupakan badan arbitrase tertua didunia.




DAFTAR PUSTAKA
Adel Chandra, “Penyelesian Sengketa Bisnis Transaksi Elektronik Melalui Online Dispute Resolution (ODR)”, Jurnal Ilmu Komputer, Vol. 10 No. 2, 2004, Jakarta : Fakultas Ilmu Komputer Universitas Esa Unggul, hlm. 81.(Diakses dari https//id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=27169 pada 03 Mei 2018).
Huala, Adolf. 2011. Hukum Perdagangan Internasional. Rajawali Press:    Jakarta
Rochani Urip Salami, “Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam Sengketa Transaksi Elektronik (E-Commerce)”, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 10 No. 2, mei 2010, Purwokerto: FHUnsoed, hlm. 127. Diakses dari http//www.dinamikahukum.fh.unsoed.ac.id/index.php/JDH/article/download/161/109 pada tanggal 30 april 2018
Sanusi, M. Arsyad. 2001, E-Commerce Hukum dan Solusinya, PT.Mizan Grafika Sarana: Bandung.
Sutiyoso, Bambang. “Penyelesian Sengketa Bisnis Melalui Online Dispute Resolution dan Pemberlakuannya di Indonesia”. Mimbar Hukum. Vol. 20 No. 2. Juni 2008. Yogyakarta: FH UGM. Diakses melalui https//media.neliti.com/media/publication/40509-ID-Penyelesian Sengketa-Bisnis-Melalui-online-Dispute-Resolution-dan Pemberlakuann.pdf. pada tanggal 03 mei 2018.





[1]  Diakses di, www.http://repository.maranatha.edu/9865/3/1087056_Chapter1.pdf, pada tanggal 07 Mei 2018, pukul 21.14 WIB.
[2] Di akses di, www.http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Journal-3653-adel-chandra.pdf, pada tanggal 07 Mei 2018, pukul 22:05 WIB
[4]  M. Arsyad Sanusi, E-commerce hukum dan solusinya, (Bandung: PT. Mizan Grafika Sarana, 2001).hlm.115
[5]  Adel Chandra, “Penyelesian Sengketa Bisnis Transaksi Elektronik Melalui Online Dispute Resolution (ODR)”, Jurnal Ilmu Komputer, Vol. 10 No. 2, 2004, Jakarta : Fakultas Ilmu Komputer Universitas Esa Unggul, hlm. 81.(di akses dari id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=271697 pada tanggal 03 Mei 2018).

[6]  Ahmadi Miru, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : PT Raja Grafindo Pesada, 2007). hlm. 223

[7] Bambang Sutiyoso, “Penyelesian Sengketa Bisnis Melalui online Dispute Resolution dan Pemberlakuannya di Indonesia”, Mimbar Hukum, Vol. 20 No. 2, Juni 2008, Yogyakarta: FH UGM, hlm. 232-234. Diakses melalui https//media.neliti.com/media/publication/40509-ID-Penyelesian-Sengketa-Bisnis-Melalui-online-Dispute-Resolution-dan-Pemberlakuann.pdf. pada tanggal 03 mei 2018.
[8]    Ibid., hlm. 238
[9]    Rochani Urip Salami, op.cit. hlm. 134.
[10]  Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003). hlm. 262
[11]   Di akses di, www.http://eprints.umsida.ac.id/712/1/Makalah%20Arbitrase.pdf, pada tanggal 08 Mei 2018, pukul 13:30 WIB
[12]  Rochani Urip Salami, “Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam Sengketa Transaksi Elektronik (E-Commerce)”, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 10 No. 2, mei 2010, Purwokerto: FH Unsoed, hlm. 127. Diakses dari http//www.dinamikahukum.fh.unsoed.ac.id/index.php/JDH/article/download/161/109 pada tanggal 30 april 2018

[13]      Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003). hlm. 259.

[14]          Ibid. hlm 260-262