PENEGAKAN HUKUM KEJAHATAN DUNIA MAYA (CYBERCRIME) YANG DILAKUKAN ANAK DI BAWAH UMUR
Oleh:
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkembangan dari pemanfaatan teknologi informasi (TI) di Indonesia telah membentuk suatu rezim di mana segala aktivitas
kehidupan dapat dilakukan berbasis
digital. Berbagai kemudahan dapat diperoleh namun berbagai permasalahan juga
akan bermunculan apabila tidak ada
pengaturan yang kuat terhadap TI. Banyaknya Permasalahan ditunjukkan
dengan semakin meningkatnya tindak
pidana dunia maya
atau cyber crime di
Indonesia yang sudah sangat mengkhawatirkan[1]. Cyber crime itu sendiri adalah
kejahatan yang dilakukan oleh seseorang maupun kelompok dengan menggunakan sarana
komputer dan alat telekomunikasi lainnya. Seseorang yang menguasai dan mampu
mengoperasikan komputer sepertioperator, programmer,analis, manager, kasir juga
dapat melakukan cyber crime. Cara yang bisa dilakukan dengancara merusak data, mencuri data, dan
menggunakannya secara ilegal. Faktor yang dominan mendorong berkembangnya cyber crime itu
sendiri adalah pesatnya perkembangan teknologi komunikasi seperti telepon, handphone,
dan alat telekomunikasi lainnya yang dipadukan
dengan perkembangan teknologi komputer.
Pernyataan ini bahwa pada
setiap masyarakat pasti ada hukumnya dan perkembangan masyarakat tersebut akan
memengaruhi pertumbuhan hukum, salah satu yang mempengaruhi perkembangan dan
perubahan hukum dalam kehidupan masyarakat adalah perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, masyarakat akan beralih dari kehidupan tradisional kehidupan
baru, bila mana masyarakat tersebut telah berinteraksi dengan ilmu pengetahuan
teknologi.
Di satu sisi, TI sangat
berguna bagi pihak-pihak yang memerlukannya namun di sisi lain TI dapat saja disalah
gunakan oleh pihak-pihak tertentu
termasuk anak di bawah umur. Temuan terbaru menunjukkan lebih dari 65%
pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP)
sudah pernah mengakses internet
untuk menonton video dengan unsur pornografi. Bahkan sejumlah anak yang masih berstatus pelajar banyak yang terlibat kasus pornografi
melalui social media[2]. Dari
permasalahan diatas, maka penulis tertarik mengambil tema penelitian tentang Penegakan Hukum
Kejahatan Dunia Maya (Cybercrime) Yang Dilakukan Anak Di Bawah Umur.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana penegak hukum kejahatan
dunia maya (cybercrime) yang dilakukan anak di bawah umur?
2.
Apa saja bentuk dan jenis kejahatan dunia maya?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui penegak hukum kejahatan
dunia maya (cybercrime) yang dilakukan anak di bawah umur.
2.
Untuk mengetahui bentuk dan
jenis kejahatan dunia maya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Hukum
Menurut Hans Werh[3] kata
hukum berasal dari bahasa Arab, asal katanya “Hukm”, kata jama`nya, “ahkam”
yang berarti keputusan (judgement, cerdice, decision), ketetapan (provision),
perintah (command), pemerintah (goverment) dan kekuasaan( authority, power).
Menurut VINOGRADOFF[4]
hukum adalah seperangkat aturan yang diadakan dan dilaksanakan oleh suatu
masyrakat dengan menghormati kebijakan dan pelaksanaan kekuasaan atas setiap
manusia dan barang.
Dari definisi diatas dapat diketahui bahwa hukum adalah suatu
rangkaian peraturan yang menguasai tingkah laku dan perbuatan tertentu dari
manusia dalam hidup bermasyarakat. Hukum itu sendiri mempunyai ciri yang tetap
yakni hukum merupakan suatu organ-organ peraturan abstrak, hukum untuk mengatur
kepentingan-kepentingan manusia, siapa saja yang melang gar hukum akan
dikenakan sanksi sesuai degan apa yang telah ditentukan.
Dari segi bentuk nya, hukum itu dapat berupa hukum tertulis : yakni
hukum yang dibuat oleh instansi atau lembaga yang berwenang dalam sebuah negara
dan dalam aplikasinya sering disebut dengan peratura perundang-undangan. Hukum
yang berbentuk tertulis biasanya berbentuk kodifikasi dalam jenis hukum
tertentu secara sistematis sehingga mudah untuk dipelajarinya. Hukum tertulis
yang sudah berbentuk kodifikasi adalah kitab undang-undang hukum pidana, kitab
undang-undang hukum perdata, kitab undang-undang hukum acara pidana, dan
berbagai macam perturan perundang-undangan lainnya.
Hukum yang tidak tertulis : yakni hukum yang hidup dalam
masyarakat, tidak tertulis tetapi berlakunya ditaati dan dipatuhi oleh
masyarakat sebagaimana hukum yang tertulis
B.
Tindak Pidana
Cyber Crime
Cyber crime adalah kejahatan yang dilakukan oleh seseorang atau
kelompok orang dengan pemanfaatan jasa komputer atau internet. Kejahatan itu
dapat dilakukan dengan tanpa mengakses atau melakukan penetrasi terhadap sistem
dengan mengambil program orang lain untuk keperluan jahat, misalnya membobol
bank dengan mempergunakan jasa komputer untuk mengambil sejumlah uang tanpa
dengan melakukan cara kekerasan. Menurut Edwin W. Tucher W. Hengkel sebagaimana
yang dikutip oleh Yahya Harahap[5] bahwa
kejahatan dari perbuatan orang atau kelompok orang dalam melaksanakan
pembobolan Bank dalam bentuk tindakan tanpa kekerasan ( non-violent criminal
offenses) dengan mempergunakan teknologi elektronik jauh lebih besar, seratus
kali dari pencurian, pembongkaran, atau perampokan biasa[6].
C.
Jenis-jenis
kejahatan Cyber Crime
1.
Unauthorized Access to Computer
System and Service
Kejahatan ini
dilakukan dengan memasuki/menyusup ke
dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa
ijin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik jaringan komputer yang
dimasukinya. Motifnya adalah
bermacam-macam antara lain adalah sabotase, pencurian data dan sebagainya.
2.
Ilegal Contens
Kejahatan ini
dilakukan dengan memasukkan
data atau informasi
ke internet tentang sesuatu yang
tidak benar, tidak
etis dan dapt
dianggap melanggar hukum atau mengganggu
ketertiban umum. Contoh yang termasuk
kejahatan jenis ini adalah pornografi, pemuatan berita bohong, termasuk juga
delik-delik politik dapat dimasukkan kedalam kategorgi ini bila menggunakan
ruang cyber.
3.
Data Forgery
Yaitu merupakan
kejahatan dengan cara memalsukan data pada
dokumen-dokumen penting yang tersimpan sebagai dokumen melalui internet
4.
Cyber Espionage
Yaitu merupakan
kejahatan yang memanfaatkan
jaringan internet untuk
melakukan kegiatan mata-mata terhadap
pihak lainn, dengan
cara memasuki sistem
jaringan komputer (computer
network system) pihak sasaran. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap
saingan bisnis yang dokumen atau datanya tersimpan dalam suatu sistem yang
computeraized.
5.
Cyber Sabotage and Extortion
Kejahatan ini
dilakukan dengan membuat
gangguan, perusakan atau
penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan
komputer yang terhubung ke internet. Biasanya kejahatan ini dilakukan dengan
menyusupkan suatu virus komputer atau program tertentu sehingga data program
komputer atau sistem jaringan tidak
dapat digunakan lagi, tidak berjalan sebagaimana mestinya atau berjalan
sebagaimana yang dikehendaki oleh pelaku. Kejahatan ini juga sering disebut dengan kejahatan cyber terrorism.
6.
Offence Againts Intellectual
Property
Kejahatan ini
ditujukan terhadap HKI atau Hak kekayaan intelektual yang dimiliki pihak
lain di
internet. Sebagai contoh, meniru
tampilan web suatu
situs tertentu, penyiaran rahasia
dagang yang merupakan rahasia dagang orang lain.
7.
Infringements of Privacy[7]
Kejahatan ini
ditujukan terhadap informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat pribadi
dan rahasia. Kejahatan simpan secara
computerized. Yang apabila
diketahui orang lain maka dapat merupakan korban secara materiil atau
immateriil, seperti nomor PIN ATM, nomor kartu kredit dan sebaginya.
D.
Bentuk-Bentuk
Kejahatan Dunia Maya (Cybercrime) di Indonesia
Kasus-kasus kejahatan yang melibatkan anak sebagai pelaku tindak kejahatan membawa fenomena tersendiri.
Mengingat anak adalah individu yang masih labil emosi sudah menjadi subyek
hukum, maka penanganan kasus kejahatan dengan pelaku anak perlu mendapat
perhatian khusus terutama kejahatan di
dunia maya atau cybercrime. Kualifikasi cybercrime menurut Convention on Cybercrime 2001, sebuah konvensi
yang dilaksanakan di Budapest, Hongaria
dan juga yang mendasari dari terbentuknya Undang-Undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah:
1.
Economic cyber crime
2.
EFT (Electronic Funds Transfer)
Crime
3.
Cybank Crime, Internet Banking
Crime, On-Line Business Crime
4.
Cyber/Electronic Money Laundering
5.
Hitech WCC (white collar crime)
6.
Internet fraud (Bank fraud, Credit
card fraud, On-line fraud)
7.
cyber terrorism
8.
cyber stalking
9.
cyber sex, cyber (child)
pornography, cyber defamation, cyber-criminals[8].
Berdasarkan jenis tindakan
kejahatan yang dapat
dilakukan di dunia
maya, cybercrime dapat dikelompokan dalam berbagai kategori.
Bentuk-bentuk Pemisahan
cybercrime yang umum dikenal adalah kategori berdasarkan motif pelakunya,
yaitu:
1)
Sebagai tindak kejahatan murni
Kejahatan dunia
maya terjadi secara sengaja dan secara terencana
untuk melakukan perusakan, pencurian, tindakan anarkis terhadap
sistem informasi
atau sistem komputer. (tindak
kriminal dan memiliki motif kriminalitas)
dan biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan.
2)
Sebagai tindak kejahatan abu-abu
Cybercrime
jenis ini terjadi terhadap sistem komputer,
tetapi tidak melakukan perusakan,
pencurian terhadap sistem informasi atau sistem komputer[9]
E.
Penerapan Hukum
Pidana Terhadap Kejahatan Bidang Komputer di Indonesia
Kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai
penggunaan komputer secara ilegal. Berbicara masalah komputer kadangkala
menibulkan kesulitan baru khusunya untuk menentukan batasan suatu tindakan itu
merupakan kejahatan atau bukan.
Untuk itu kita ketahui bersama, bahwa kitab Undang-undang hukum
pidana yang berlaku di indonesia sekarang adalah berasal dari Wetboek Van
Strafrecht voor Nederlandsch Indie: Warisan dari jaman Hindia Belanda yang
mulai berlaku di Indonesia sejak tahun 1918, setelah proklamasi kemerdekaan
Republik Indonesia 1945, dengan Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958( lembaran
Negara Nomor 127 Tahun 1958) di tetapkan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946
tentang perturan hukum pidana dinyatakan mulai berlaku untuk seluruh wilaya
Republik Indonesia sejak tanggal 29 September 1958 [10].
F.
Penegakan Hukum
Kejahatan Dunia Maya (Cybercrime) yang
Dilakukan Anak di Bawah Umur
Penegakan hukum di Indonesia
bersifat tegas dan memaksa, bukan
berarti polisi ataupun pejabat yang berwenang
lainnya memperlakukan anak di
bawah umur sama seperti orang dewasa yang melakukan
tindak pidana. Maka dari itu, diperlukan adanya peradilan khusus
yang menangani masalah
tindak pidana pada
anak di bawah
umur yang berbeda dari
lingkungan peradilan umum.
Oleh karena itu,
proses peradilan perkara pada
anak di bawah
umur yang melakukan tindak pidana sejak ditangkap,
ditahan, diadili dan sampai diberikan
pembinaan selanjutnya, wajib
diberikan oleh pejabat khusus
yang benar-benar memahami masalah anak dan dunianya.
Cyber crime yang dilakukan
anak di bawah
umur, merupakan dampak
negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi di
bidang komunikasi dan informasi,
kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta
perubahan gaya dan cara hidup yang telah membawa perubahan sosial mendasar dalam kehidupan masyarakat yang pada
gilirannya sangat berpengaruh terhadap
nilai dan perilaku
anak. Sesuai dengan Pasal
27 ayat (1)
Undang-Undang Republik Indonesia
nomor 11 tahun 2012tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak (selanjutnya
disebut UU 11/2012), di dalam tindakan penahanan, penyidik seharusnya
melibatkan pihak-pihak yang berkompeten seperti Psikolog, Pembimbing
kemasyarakatan, atau ahli lain yang diperlukan sehingga penyidik anak tidak
salah dalam mengambil suatu keputusan. Selanjutnya, pada Pasal 30 ayat (1) UU
11/2012, penahanan anak bawah umur seharusnya
ditempatkan secara terpisah dari narapidana yang
lain dan tidak
boleh di gabung dengan tahanan
orang dewasa. Penahanan terhadap anak di bawah umur ditempatkan di suatu
tempat khusus untuk anak yakni pada
Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS) atau Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) apabila belum terdapat
LPAS. Hal ini adalah untuk mencegah akibat-akibat negatif dari pengaruh
narapidana orang dewasa.
Berkaitan dengan
cybercrime yang dilakukan oleh
anak di bawah
umur,
seharusnya setelah
proses penegakan hukum, orang tua
dari anak yang terlibat sebaiknya
diwajibkan untuk memberikan arahan-arahan
dalam penggunaan TI dan batasan-batasan
dalam penggunaannya. Pada hakekatnya, harus terdapat keseimbangan antara media, sarana, tujuan dan kontrol atau
penegakan nilai. Dalam hal ini salah
satunya adalah hukum pidana. Pencegahan perilaku menyimpang anak di bawah umur sebagai akibat negatif pemanfaatan teknologi secara
tidak tepat haruslah mendapat pengaturan
secara proporsional dalam hukum Pidana Indonesia
G.
Pengaturan
Cyber Crime di dalam Hukum
Hukum yang dijadikan rujukan oleh aparat penegak hukum untuk
menjaring cyber crime diantaranya
adalah:
1.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Beberapa
ketentuan dalam KUHP yang digunakan oleh
aparat penegak hukum dalam kejahatan cyber crime yaitu pada pasal-pasal
yang berkaitan salah satunya adalah:Pasal 167 yaitu:
a)
Barangsiapa dengan melawan hak orang
lain dengan memaksa kedalam rumah atau ruangan yang tertutup atau pekarangan,
yang dipakai oleh orang lain, atau sedang ada disitu dengan
tidak ada haknya,
tidak dengan segera
pergi dari tempat
itu atas permintaan orang
yang berhak, dihukum penjara
selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.4500,-
b)
Barangsiapa masuk dengan memecah
atau memanjat, memakai kunci palsu, perintah palsu atau pakaian dinas palsu
atau barang siapa dengan tidak setahu yang berhak dan lain daripada lantaran
keliru, masuk ketempat yang tersebut tadi dan ditemukan disana pada waktu
malam, dianggap sebagai sudah masuk dengan memaksa.
Pasal 406 KUHP ayat (1) berkaitan dengan tindakan pengrusakan yang menyebutkan bahwa: “barangsiapa dengan
sengaja dan dengan melawan hukum
menghancurkan, mengrusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan
barang sesuatu yang seluruuhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain,
diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda
paling banyak tiga ratus rupiah.”Ketentuan
tersebut ditujukan (diancamkan)
misalnya kepada hacker,
karena aktivitas hacker ini dinilai telah menimbulkan kerusakan atau
kerugian yang luar biasa kepada usaha seseorang, kepentingan institusi atau
negara. Aparat menilai kalau yang dilakukan oleh hacker
jelas-jelas mengakibatkan kerugian pada orang lain, salah satunya berupa
kerusakan atau menjadikan
tidak berfungsinya barang
lain. Jika barang ini termasuk website, maka website inilah yang
mengalami kerusakan.
Pasal 282 KUHP Pasal ini adalah untuk mencegah menjalarnya penggunaan
jaringan internet secara melawan hukum, sebagai dasar hukum yang
digunakan oleh aparat
penegak hukum, yaitu sebagai berikut:
a)
Barangsiapa menyiarkan, mempertontonkan, atau menempelkan dengan
terangterangan suatu tulisan
yang diketahui isinya,
atau gambar atau
barang yang dikenalnya melanggar perasaan kesopanan, maupun membuat, membawa masuk, mengirimkan langsung,
membawa keluar atau menyediakan tulisan, gambar atau barang itu untuk disiarkan,
dipertontonkan atau ditempelkan sehingga kelihatan oleh orang banyak, ataupun terang-terangan diminta atau menunjukkan bahwa
tulisan, atau gambar atau barang itu boleh didapat, dihukum penjara
selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.45.000,-
b)
Barangsiapa menyiarkan, mempertontonkan atau menempelkan dengan terangterangan suatu tulisan, gambar atau
barang yang melanggar perasaan kesopanan, maupun membawa masuk, mengirimkan
terus, membawa keluar atau menyediakan surat, gambar atau barang itu disiarkan,
dipertontonkan atau ditempelkan, sehingga kelihatan oleh
orang banyak ataupun dengan
terang-terangan atau dengan menyiarkan sesuatu tulisan menawarkan dengan tidak diminta atau menunjukkan, bahwa
tulisan, gambar atau barang itu tidak boleh didapat, dihukum penjara
selamalamanya sembilan bulan atau denda
sebanyak-banyaknya Rp.45.000,-.Jika ada alasan yang sesungguh-sungguhnya
untuk menduga, bahwa tulisan, gambar atau barang itu melanggar kesopanan.
c)
Jika melakukan kejahatan yang diterangkan
dalam ayat pertama dijadikan suatu pencaharian
atau kebiasaan, oleh tersangka, dapat dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan
bulan atau denda sebanyak -banyaknya Rp.75.000,[11]
2.
Undang-Undang No.11 tahun 2008
Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pengaturan cyber crime dengan hukum
pidana saat ini sudah tertuang dalam UU ITE yang berkaitan dengan masalah kriminalisasi.
Ketentuan pidana mengenai kejahatan yang menggunakan transaksi elektronik ada
terdapat pada BAB XI mengenai ketentuan pidana yang tertuang mulai dari pasal
45 sampai pasal 52.Pasal 53 menyatakan bahwa
Pasal 27 Ayat
(1) jo 45 Ayat (1) UU ITE[12]
Ayat (1):
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisika dan/atau membuat dapat diaksesnya ITE dan/ atau Dokumen Elektronik
yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Ayat (2):
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusika dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
Ayat (3):Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektroni dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran
nama baik.
Ayat(4):Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
Pasal 45 Ayat
(1): Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 Ayat (1), Ayat (2,) Ayat (3) atau Ayat (4) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 tahun dan/atau dengan paling banyak Rp 1.000.000.000,00.
Pada saat berlakunya Undang-Undangini, semua Peraturan Perundang-undangan dan kelembagaan yang
berhubungan dengan pemanfaatan Teknologi Informasi yang tidak bertentangan
dengan Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan paparan di atas, dapat ditarik simpulan bahwa terhadap penegakan hukum cybercrime yang dilakukan oleh anak di bawah umur dapat
dilakukan mulai saat anak ditangkap, ditahan, diadili dan sampai diberikan
pembinaan selanjutnya, dengan
wajib dilakukan oleh
penegak hukum dan profesi-profesi khusus yang benar-benar memahami
masalah anak dan dunianya sesuai
dengan yang diatur
pada UU 11/2012. Bentuk-bentuk
dari cybercrime yang dilakukan
oleh anak di bawah umur dapat dikategorikan
menjadi dua, yaitu sebagai tindak kejahatan murni dan sebagai
tindak kejahatan abu-abu.
Daftar Pustaka
Abdul Manan, 2005, Aspek-aspek Pengubah Hukum, Kencana Perdana Media Group, Jakarta.
Achmad Ali, 1996, Menguak Tabir Hukum, Suatu kajian
Filosofis dan Sosiologis, Chandra Pratama, Jakarta.
Afiyati Reno,
2016, Kasus Anak
Kecanduan Video Porno
Terus Meningkat, Berita
Satu, Diakses dari, http://www.beritasatu.com/kesra/353366-kasus-anak-kecanduan-video-porno-terus-meningkat.html , Pada Tanggal
Sabtu, 5 Mei 2018.
Andi Hamzah.1990. Aspek-Aspek Pidana di bidang Komputer, Sinar Grafika,
Jakarta.
Barda Nawawi
Arief, 2006, Tindak
Pidana Mayantara Perkembangan
Kajian Cyber Crime
di Indoensia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Pristika Handayani, Penegakan
Hukum Terhadap Kejahatan Teknologi Informasi (Cyber Crime) , di akses dari https://Scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as
_sdt=0%2c5&q=penegakan+hukum+kejahatan+dunia+maya+cybercrime&btnG#d=gs_qabs&p=&u=%23p%3Dg1_ikTzkGrAJ.Pada
tanggal 8 mei 2018, pukul 12.23.
Teja Wulan,
2014, Mengkhawatirkan: Jumlah
Tingkat Cybercrime di
Indonesia, VOA Indonesia ,Diakses, http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/10/mengkhawatirkan-tingkat-cyber-crime,
Pada Tanggal Kamis, 23 April 2018.
Yahya
Harahap, 1997,Beberapa Tinjauan Tentang Permasalahan Hukum, buku kedua, PT
Citra Aditya Bhakti, Bandung.
Yasonna, 2016, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
2016 , Diakses, https://pandi.id/wp-content/uploads/2016/06/UU-ITE-PANDI.pdf,
PadaTanggal 10-mei 2018.
[1]Teja Wulan,
2014, Mengkhawatirkan: Jumlah
Tingkat Cybercrime di
Indonesia, VOA Indonesia, http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/10/mengkhawatirkan-tingkat-cyber-crime,
Diakses Terakhir, Kamis, 23 April 2018.
[2]
Afiyati Reno,
2016, Kasus Anak
Kecanduan Video Porno
Terus Meningkat, Berita
Satu, http://www.beritasatu.com/kesra/353366-kasus-anak-kecanduan-video-porno-terus-meningkat.html,
Diakses Terakhir Sabtu, 21 Mei 2017.
[3]Abdul Manan, Aspek-aspek
Pengubah Hukum, Kencana Perdana
Media Group, Jakarta, 2005, hlm: 1
[4]Achmad Ali, Menguak
Tabir Hukum, Suatu kajian Filosofis dan Sosiologis, Chandra Pratama,
Jakarta, 1996, hlm: 34
[5]
Yahya Harahap, Beberapa
Tinjauan Tentang Permasalahan Hukum, buku kedua, PT Citra Aditya Bhakti,
Bandung, 1997, hlm.65.
[7]
Pristika
Handayani, Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Teknologi Informasi (Cyber
Crime) , di akses dari https://Scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as
_sdt=0%2c5&q=penegakan+hukum+kejahatan+dunia+maya+cybercrime&btnG#d=gs_qabs&p=&u=%23p%3Dg1_ikTzkGrAJ.
Pada tanggal 8 mei 2018, pukul 12.23.
[8]Barda Nawawi
Arief, Tindak Pidana Mayantara
Perkembangan Kajian Cyber
Crime di Indoensia, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2006, h. 36.
[10]Andi Hamzah,
Aspek-Aspek Pidana di bidang Komputer, Sinar Grafika, Jakarta, 1990, hlm
26-27
[12]Yasonna,Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Diakses,
https://pandi.id/wp-content/uploads/2016/06/UU-ITE-PANDI.pdf,
Pada Tanggal 10-mei 2018.
Gabung dalam percakapan