INTERNET SEBAGAI MEDIA KEJAHATAN BARU DI DUNIA MAYA (CYBER CRIME)
INTERNET SEBAGAI MEDIA KEJAHATAN BARU
DI DUNIA MAYA (CYBER CRIME)
oleh : Indah Lestari
A.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Perkembangan
jaman terutama dalam bidang teknologi informasi (TI) telah banyak memberikan
dampak di berbagai aspek kehidupan. Salah satu bagian dari perkembangan
teknologi informasi yang melahirkan ruang komunikasi dan informasi secara
global ialah internet. Internet memberikan fasilitas yang memudahkan manusia
untuk berkomunikasi tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu.
Perkembangan
internet yang semakin hari semakin kompleks membawa dampak positif maupun
negatif dalam kehidupan. Dampak positif dari perkembangan internet tentunya
memberikan banyak manfaat dan kemudahan, misalnya bermunculannya
transaksi-transaksi melalui jaringan elektronik atau online di berbagai
sektor, seperti e-banking yang memudahkan kita dalam melakukan
transaksi perbankan kapan saja dan dimana saja, e-commerce yang memudahkan dalam transaksi
jual beli barang tanpa mengenal tempat, dan e-library yang memberi kemudahan dalam mencari referensi dan
informasi mengenai ilmu pengetahuan, serta masih banyak lagi kemudahan yang
didapat dari perkembangan internet tersebut.[1]
Namun
di sisi lain, tidak bisa dipungkiri kalau dampak negatif yang dibawa oleh internet
juga tidak kalah banyak, yakni internet memberi ruang terhadap mereka yang berniat
jahat dan ingin melakukan tindakan kriminal, yang semula dilakukan secara
konvensional seperti pencurian, penipuan, dan pengancaman, kini dapat dilakukan
secara virtual (tidak langsung dan tidak nyata) dengan menggunakan internet
sebagai sarananya, yang dalam hal ini dikenal dengan istilah cyber crime.
Cyber crime mulai menjadi
bentuk kejahatan serius yang membahayakan keamanan baik individu, masyarakat
maupun negara serta bagi tatanan kehidupan secara global.[2] Pengungkapan
cyber crime ini masih sangat kecil sekali, hal ini dikarenakan banyaknya
hambatan dan kendala yang dihadapi saat akan mengungkap kasus, dimana pelaku
tidak mudah untuk dideteksi, ditambah lagi dengan penggunaan nama samaran
dan akun palsu di jejaring sosial yang dimilikinya. Kejahatan jenis ini dapat
dilakukan hanya dari depan layar komputer atau gadget yang memiliki
jaringan internet tanpa takut diketahui oleh orang lain ataupun saksi mata.
Mengingat
bahwa cyber crime tidak mengenal batas negara sehingga termasuk kedalam Transnational
Crime dan memiliki sifat efisien serta cepat, sehingga menyulitkan penyidik
dalam melakukan penangkapan terhadap pelakunya, maka dalam upaya
penanggulangannya memerlukan suatu koordinasi dan kerjasama antar negara.
Berbagai
macam penelitian dan survei yang telah dilakukan, menunjukkan hasil bahwa kasus
cyber crime dari tahun ke tahun kian mengalami peningkatan, dari fakta
tersebut dapat dipastikan bahwa penggunaan internet masih dibilang belum aman
baik bagi warga Indonesia maupun masyarakat dunia.
Melalui permasalahan yang diuraikan
diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan kajian mendalam tentang cyber
crime melaui artikel ini dengan judul “INTERNET SEBAGAI MEDIA KEJAHATAN BARU DI DUNIA MAYA (CYBER CRIME)”
2.
Rumusan Masalah
Dari
latar belakang di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
a.
Bagaimana cyber crime di
Indonesia?
b.
Bagaimana pengaturan cyber crime
dalam perundang-undangan Indonesia?
3.
Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan artikel ini antara lain sebagai berikut:
a.
Untuk mengetahui cyber crime di
Indonesia.
b.
Untuk mengetahui pengaturan cyber
crime dalam perundang-undangan Indonesia.
B.
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Internet
Menurut
Supriyanto dalam Alfiyatun[3], Internet (interconnected
networking) berarti jaringan-jaringan komputer yang saling terhubung.
Istilah internet yang dikenal, mengacu pada gabungan jaringan komputer di
seluruh dunia. Jadi, internet adalah gabungan jaringan komputer di seluruh
dunia yang membentuk suatu sistem jaringan informasi secara global.
Perkembangan
internet sudah sangat pesat. Teknologi sudah merambah hingga ke kepelosok
negeri bahkan ke berbagai belahan dunia. Dengan memanfaatkan internet,
memungkinkan orang dapat mengakses data, bekerjasama, dan bertukar informasi.
Selain itu, internet juga memberikan informasi yang aktual dan menarik,sehingga
membuat penggunanya tidak akan ketinggalan informasi. Oleh karena itu, di jaman
yang sudah canggih seperti sekarang, hampir semua orang bahkan anak kecil
sekalipun tidak dapat melepaskan diri dari penggunaan internet dalam menunjang
aktifitas kehidupannya sehari-hari.[4]
Melihat perkembangannya tersebut, internet
sekarang merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat luas. Internet bukan lagi
menjadi barang yang mewah, keberadaanya saat ini sudah sangat mudah untuk
didapat dan diakses. Mudahnya internet untuk didapatkan oleh siapapun dan
dimanapun menimbulkan kebebasan akses yang seringkali berdampak negatif, karena
tidak jarang beberapa orang menyalahgunakan fasilitas internet sebagai sarana kriminalitas,
asusila dan lain sebagainya.
2. Pengertian
Kejahatan
Kejahatan mengandung konotasi tertentu, dan merupakan penamaan yang
bersifat relatif, menurut JE Sahetapy dan B Marjono Reksodiputro[5],
pengertian kejahatan sebenarnya hanya merupakan suatu nama atau cap (label
stigma) yang diberikan oleh orang-orang tertentu untuk menilai
perbuatan-perbuatan dari seseorang atau sekelompok orang sebagai perbuatan
jahat. Pengertian kejahatan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianut
oleh masyarakat.
Kriteria kejahatan dalam arti yuridis pun dapat berubah dari waktu
ke waktu. Istilah kejahatan adalah sebutan yang diberikan atau yang diletakkan
pada salah satu jenis perbuatan manusia diantara perbuatan-perbuatan lainnya.
Perbuatan jahat dianggap melanggar atau bertentangan dengan apa yang ditentukan
dalam kaidah peraturan perundang-undangan misalnya mencuri, membunuh atau tidak
memenuhi panggilan pengadilan, dalam perspektif hukum kejahatan adalah segala
perbuatan yang melanggar ketentuan hukum sebagaimana yang diatur dalam kitab
KUHP maupun perundang-undangan tertulis lainnya.
3. Cyber
Crime
Perkembangan teknologi jaringan komputer
global atau Internet telah menciptakan dunia baru yang dinamakan cyberspace,
sebuah dunia komunikasi berbasis komputer yang menawarkan realitas yang baru,
yaitu realitas virtual.
Secara etimologis, istilah cyberspace merupakan
suatu istilah baru yang hanya dapat ditemukan di dalam kamus mutakhir.
Perkembangan teknologi komputer juga menghasilkan berbagai bentuk kejahatan
komputer di lingkungan cyberspace yang kemudian melahirkan istilah baru yang
dikenal dengan cyber crime.
Kejahatan dunia maya (cyber crime)
ini muncul seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat,
untuk lebih mendalam ada beberapa pendapat di bawah ini tentang apa yang
dimaksud dengan cyber crime, diantaranya adalah menurut kepolisian
Inggris, cyber crime adalah segala macam penggunaan jaringan komputer
untuk tujuan kriminal/kriminal berteknologi tinggi dengan menyalahgunakan
kemudahan teknologi digital.[6]
Selanjutnya, Andi Hamzah mengartikan
cyber crime sebagai kejahatan di bidang komputer yang secara umum dapat
diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal.[7]
Dari beberapa pengertian di atas, cyber
crime dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan
memakai jaringan komputer sebagai sarana/ alat atau komputer sebagai objek,
baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain.
Sebagian besar dari perbuatan cyber crime
dilakukan oleh seseorang yang sering disebut dengan cracker. Tercatat
hacking yang dilakukan oleh cracker pertama kali terjadi pada tanggal
12 Juni 1995 terhadap The Spot dan tanggal 12 Agustus 1995 terhadap Crackers
Move Page. Berdasarkan catatan itu pula, situs pemerintah Indonesia pertama
kali mengalami serangan cracker pada tahun 1997 sebanyak 5 (lima) kali.[8]
Kegiatan hacking atau cracking yang
merupakan salah satu bentuk cyber crime tersebut telah membentuk opini
umum para pemakai jasa internet bahwa cyber crime merupakan suatu
perbuatan yang merugikan bahkan amoral. Para korban menganggap atau memberi
stigma bahwa cracker adalah penjahat.
4.
Modus Operandi
Kejahatan yang berhubungan erat dengan
penggunaan teknologi yang berbasis komputer dan jaringan telekomunikasi ini
dikelompokkan dalam beberapa bentuk sesuai modus operandi yang ada[9], antara lain:
a.
Unauthorized
Access to Computer System and Service
Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/menyusup
ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa
sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Biasanya
pelaku kejahatan (hacker) melakukannya dengan maksud sabotase ataupun pencurian
informasi penting dan rahasia. Namun begitu, ada juga yang melakukannya hanya
karena merasa tertantang untuk mencoba keahliannya menembus suatu sistem yang
memiliki tingkat proteksi tinggi. Kejahatan ini semakin marak dengan
berkembangnya teknologi Internet/intranet. Kita tentu belum lupa ketika masalah
Timor Timur sedang hangat-hangatnya dibicarakan di tingkat internasional,
beberapa website milik pemerintah RI dirusak oleh hacker (Kompas,
11/08/1999). Beberapa waktu lalu, hacker juga telah berhasil menembus
masuk ke dalam data base berisi data para pengguna jasa America Online (AOL),
sebuah perusahaan Amerika Serikat yang bergerak dibidang e-commerce yang
memiliki tingkat kerahasiaan tinggi (Indonesian Observer, 26/06/2000). Situs
Federal Bureau of Investigation (FBI) juga tidak luput dari serangan para hacker,
yang mengakibatkan tidak berfungsinya situs ini beberapa waktu lamanya (http://www.fbi.org).
b.
Illegal
Contents
Merupakan kejahatan dengan memasukkan
data atau informasi ke Internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak
etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum. Sebagai
contohnya, pemuatan suatu berita bohong atau fitnah yang akan menghancurkan
martabat atau harga diri pihak lain, hal-hal yang berhubungan dengan pornografi
atau pemuatan suatu informasi yang merupakan rahasia negara, agitasi dan
propaganda untuk melawan pemerintahan yang sah dan sebagainya.
c.
Data Forgery
Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumendokumen penting
yang tersimpan sebagai scripless document melalui Internet. Kejahatan
ini biasanya ditujukan pada dokumen-dokumen e-commerce dengan membuat seolah-olah
terjadi "salah ketik" yang pada akhirnya akan menguntungkan pelaku
karena korban akan memasukkan data pribadi dan nomor kartu kredit yang dapat
saja disalah gunakan.
d.
Cyber Espionage
Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan Internet untuk
melakukan kegiatan matamata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem
jaringan komputer (computer network system) pihak sasaran. Kejahatan ini
biasanya ditujukan terhadap saingan bisnis yang dokumen ataupun data pentingnya
(data base) tersimpan dalam suatu sistem yang computerized (tersambung
dalam jaringan komputer).
e.
Cyber Sabotage
and Extortion
Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau
penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan
komputer yang terhubung dengan Internet. Biasanya kejahatan ini dilakukan
dengan menyusupkan suatu logic bomb, virus komputer ataupun suatu
program tertentu, sehingga data, program komputer atau sistem jaringan komputer
tidak dapat digunakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya, atau berjalan sebagaimana
yang dikehendaki oleh pelaku.
f.
Offense against
Intellectual Property
Kejahatan ini ditujukan terhadap hak atas kekayaan intelektual yang
dimiliki pihak lain di Internet. Sebagai contoh, peniruan tampilan pada web
page suatu situs milik orang lain secara ilegal, penyiaran suatu informasi
di Internet yang ternyata merupakan rahasia dagang orang lain, dan sebagainya.
g.
Infringements of Privacy
Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang
yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara computerized,
yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat merugikan korban secara materil
maupun immateril, seperti nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, cacat atau
penyakit tersembunyi dan sebagainya.
5.
Cyber crime di
Indonesia
Cyber crime memiliki bentuk beragam, karena setiap
Negara tidak selalu sama dalam kriminalisasi. Begitu pula dalam setiap Negara
menyebut apakah suatu perbuatan tergolong kejahatan “cyber crime” atau
bukan kejahatan “cyber crime” juga belum tentu sama. Secara teoritik,
berkaitan dengan konsepsi kejahatan Muladi[10] mengemukakan
bahwa asas mala in se mengajarkan bahwa suatu perbuatan dikategorikan
sebagai kejahatan karena masyarakat dengan sendirinya mengangap perbuatan
tersebut jahat. Sedangkan berdasarkan asas mala prohibita suatu
perbuatan jahat karena melanggar peraturan perundang-undangan.
Karakterisitk selanjutnya yang merupakan ciri khas pelaku
kejahatan cyber crime di Indonesia merupakan usia muda dari golongan
terdidik dan terpelajar seperti mahasiswa. Seperti yang pernah terjadi
sebelumnya di Indonesia kasus pembobolan situs KPU pada tahun 2004[11], pelaku
pembobolan yang bernama Dany Firmansyah termasuk seorang yang terpelajar, dia
merasa tertantang dengan pernyataan resmi oleh pengelola situs KPU tahun 2004
bahwa biaya untuk keamanan dari situs KPU tersebut memakan biaya hingga puluhan
miliar rupiah. Begitu juga dengan pembobolan situs presiden RI yang ke 6 SBY
(Susilo Bambang Yudhoyono) yang telah diretas oleh seorang pemuda
asal Jember, Jawa Timur yang menamakan diri sebagai Jember hacker.
E-commerce tidak sedikit membuka peluang bagi terjadinya
tindak pidana penipuan, seperti yang dilakukan oleh sekelompok pemuda di Medan
yang memasang iklan disalah satu website terkenal “Yahoo” dengan seolah
- olah menjual mobil mewah Ferrary dan Lamborghini dengan harga murah sehingga menarik
minat seorang pembeli dari Kuwait.[12]
Perbuatan tersebut dapat dilakukan tanpa adanya hubungan terlebih dahulu antara
penjual dan pembeli, padahal biasanya untuk kasus penipuan terdapat hubungan antara
korban atau tersangka.
Dunia perbankan melalui Internet (e-banking)
Indonesia, dikejutkan oleh ulah seseorang bernama Steven Haryanto[13],
seorang hacker dan jurnalis pada majalah Master Web. Lelaki asal Bandung
ini dengan sengaja membuat situs asli tapi palsu layanan Internet banking Bank
Central Asia, (BCA). Steven membeli domain-domain dengan nama mirip www.klikbca.com
(situs asli Internet banking BCA), yaitu domain wwwklik-bca.com,
kilkbca.com, clikbca.com, klickca.com. dan klikbac.com. Isi
situs-situs pelesetan inipun nyaris sama, kecuali tidak adanya security untuk
bertransaksi dan adanya formulir akses (login form) palsu.
Jika nasabah BCA salah mengetik situs BCA asli
maka nasabah tersebut masuk perangkap situs pelesetan yang dibuat oleh Steven sehingga
identitas pengguna (user id) dan nomor identitas personal (PIN)
dapat di ketahuinya. Diperkirakan, 130 nasabah BCA tercuri datanya. Menurut
pengakuan Steven pada situs bagi para webmaster di Indonesia, www.webmaster.or.id,
tujuan membuat situs plesetan adalah agar publik menjadi lebih berhati- hati dan
tidak ceroboh saat melakukan pengetikan alamat situs (typo site), bukan
untuk mengeruk keuntungan.
Menurut perusahaan Security Clear Commerce di
Texas USA, saat ini Indonesia menduduki peringkat ke 2 setelah Ukraina dalam
hal kejahatan Carding[14] dengan
memanfaatkan teknologi informasi (internet) yaitu menggunakan nomor kartu
kredit orang lain untuk melakukan pemesanan barang secara online. Komunikasi
awalnya dibangun melalui e-mail untuk menanyakan kondisi barang dan
melakukan transaksi. Setelah terjadi kesepakatan, pelaku memberikan nomor kartu
kreditnya dan penjual mengirimkan barangnya, cara ini relatif aman bagi pelaku
karena penjual biasanya membutuhkan 3-5 hari untuk melakukan kliring atau pencairan
dana sehingga pada saat penjual mengetahui bahwa nomor kartu kredit tersebut
bukan milik pelaku, barang sudah terlanjur terkirim.
Kelemahan admin dari suatu website juga
terjadi pada penyerangan terhadap website www.golkar.or.id milik Partai Golkar. Serangan terjadi hingga 1577
kali melalui jalan yang sama tanpa adanya upaya menutup celah tersebut
disamping kemampuan Hacker yang lebih tinggi, dalam hal ini teknik yang
digunakan oleh Hacker adalah PHP Injection dan mengganti
tampilan muka website dengan gambar wanita sexy serta gorilla
putih sedang tersenyum.
Teknik lain adalah yang memanfaatkan celah
sistem keamanan server alias hole Cross Server Scripting (XXS) yang ada
pada suatu situs. XXS adalah kelemahan aplikasi di server yang memungkinkan user
atau pengguna menyisipkan baris-baris perintah lainnya. Biasanya perintah
yang disisipkan adalah Javascript sebagai jebakan, sehingga pembuat hole
bisa mendapatkan informasi data pengunjung lain yang berinteraksi di situs
tersebut. Makin terkenal sebuah website yang mereka deface, makin tinggi
rasa kebanggaan yang didapat. Teknik ini pulalah yang menjadi andalan saat terjadi
cyberwar antara hacker Indonesia dan hacker Malaysia, yakni
perang di dunia maya yang identik dengan perusakan website pihak lawan.[15]
Menurut Deris Setiawan[16],
terjadinya serangan ataupun penyusupan ke suatu jaringan komputer biasanya disebabkan
karena administrator (orang yang mengurus jaringan) seringkali terlambat
melakukan patching security (instalasi program perbaikan yang berkaitan
dengan keamanan suatu sistem). Hal ini mungkin saja disebabkan karena banyaknya
komputer atau server yang harus ditanganinya.
Fakta-fakta kasus tersebut telah membuktikan dengan
nyata bahwa pelaku cyber crime di indonesia merupakan golongan
terpelajar dan berusia muda.
6.
Pengaturan
Cyber Crime dalam Perundang-undangan Indonesia
Sistem perundang-undangan di
Indonesia belum mengatur secara khusus mengenai kejahatan komputer termasuk cyber
crime. Mengingat terus meningkatnya kasus-kasus cyber crime di
Indonesia yang harus segera dicari pemecahan masalahnya maka beberapa peraturan
baik yang terdapat di dalam KUHP maupun di luar KUHP untuk sementara dapat
diterapkan terhadap beberapa kejahatan berikut ini[17]:
1)
Illegal access (akses secara tidak sah terhadap
sistem komputer)
Perbuatan melakukan akses secara
tidak sah terhadap sistem komputer belum ada diatur secara jelas di dalam
sistem perundang-undangan di Indonesia. Untuk sementara waktu, Pasal 22
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
dapat diterapkan.
Pasal 22 Undang-Undang
Telekomunikasi menyatakan:
“Setiap orang dilarang melakukan perbuatan
tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi:
a. akses ke
jaringan telekomunikasi; dan/atau
b. akses ke
jasa telekomunikasi; dan/atau
c. akses ke
jaringan telekomunikasi khusus.”
Pasal 50 Undang-Undang Telekomunikasi memberikan ancaman pidana terhadap
barang siapa yang melanggar ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Telekomunikasi
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
2)
Data
interference (mengganggu
data komputer) dan System interference (mengganggu sistem komputer)
Pasal 38 Undang-Undang Telekomunikasi belum dapat menjangkau
perbuatan data interference maupun system interference yang
dikenal di dalam Cybercrime. Jika perbuatan data interference dan system
interference tersebut mengakibatkan kerusakan pada komputer, maka Pasal 406
ayat (1) KUHP dapat diterapkan terhadap perbuatan tersebut.
3)
Illegal
interception in the computers, systems and computer networks operation (intersepsi secara tidak sah
terhadap operasional komputer, sistem, dan jaringan komputer)
Pasal 40 Undang-Undang Telekomunikasi dapat diterapkan terhadap
jenis perbuatan intersepsi ini. Pasal 56 Undang-Undang Telekomunikasi
memberikan ancaman pidana terhadap barang siapa yang melanggar ketentuan Pasal
40 tersebut dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
4)
Data Theft (mencuri data)
Perbuatan melakukan pencurian data sampai saat ini tidak ada diatur
secara khusus, bahkan di Amerika Serikat sekalipun. Pada kenyataannya,
perbuatan Illegal access yang mendahului perbuatan data theft yang
dilarang, atau jika data thef diikuti dengan kejahatan lainnya, barulah
ia menjadi suatu kejahatan bentuk lainnya, misalnya data leakage and
espionage dan identity theft and fraud.
Pencurian data merupakan suatu perbuatan yang telah mengganggu hak pribadi
seseorang, terutama jika si pemiik data tidak menghendaki ada orang lain yang mengambil
atau bahkan sekedar membaca datanya tersebut. Jika para ahli hukum sepakat
menganggap bahwa perbuatan ini dapat dimasukkan sebagai perbuatan pidana, maka
untuk sementara waktu Pasal 362 KUHP dapat diterapkan.
5)
Data leakage
and espionage (membocorkan
data dan memata-matai)
Perbuatan membocorkan dan memata-matai data atau informasi yang
berisi tentang rahasia negara diatur di dalam Pasal 112, 113, 114, 115 dan 116
KUHP.
Pasal 323 KUHP mengatur tentang pembukaan rahasia perusahaan yang dilakukan
oleh orang dalam (insider). Sedangkan perbuatan membocorkan data rahasia
perusahaan dan memata-matai yang dilakukan oleh orang luar perusahaan dapat dikenakan
Pasal 50 jo. Pasal 22, Pasal 51 jo. Pasal 29 ayat (1), dan Pasal 57 jo. Pasal
42 ayat (1) Undang-Undang Telekomunikasi.
6)
Misuse of
devices (menyalahgunakan
peralatan komputer),
Perbuatan Misuse of devices pada dasarnya bukanlah merupakan suatu perbuatan
yang berdiri sendiri, sebab biasanya perbuatan ini akan diikuti dengan perbuatan
melawan hukum lainnya.
Sistem perundang-undangan di Indonesia belum ada secara khusus
mengatur dan mengancam perbuatan ini dengan pidana. Hal ini tidak menjadi
persoalan, sebab yang perlu diselidiki adalah perbuatan melawan hukum apa yang
mengikuti perbuatan ini. Ketentuan yang dikenakan bisa berupa penyertaan (Pasal
55 KUHP), pembantuan (Pasal 56 KUHP) ataupun langsung diancam dengan ketentuan
yang mengatur tentang perbuatan melawan hukum yang menyertainya.
7)
Credit card
fraud (penipuan
kartu kredit)
Penipuan kartu kredit merupakan perbuatan penipuan biasa yang menggunakan
komputer dan kartu kredit yang tidak sah sebagai alat dalam melakukan kejahatannya
sehingga perbuatan tersebut dapat diancam dengan Pasal 378 KUHP.
8)
Bank fraud (penipuan bank)
Penipuan bank dengan menggunakan komputer sebagai alat melakukan kejahatan
dapat diancam dengan Pasal 362 KUHP atau Pasal 378 KUHP, tergantung dari modus
operandi perbuatan yang dilakukannya.
9)
Service Offered
fraud (penipuan
melalui penawaran suatu jasa)
Penipuan melalui penawaran jasa merupakan perbuatan penipuan biasa
yang menggunakan komputer sebagai salah satu alat dalam melakukan kejahatannya sehingga
dapat diancam dengan Pasal 378 KUHP.
10) Identity Theft and fraud (pencurian identitas dan penipuan)
Pencurian identitas yang diikuti dengan melakukan kejahatan
penipuan dapat diancam dengan Pasal 362 KUHP atau Pasal 378 KUHP, tergantung
dari modus operandi perbuatan yang dilakukannya.
11) Computer-related fraud (penipuan melalui komputer)
Penipuan melalui komputer juga merupakan perbuatan penipuan biasa
yang menggunakan komputer sebagai alat dalam melakukan kejahatannya sehingga perbuatan
tersebut dapat diancam pidana dengan Pasal 378 KUHP.
12)
Computer-related
forgery (pemalsuan
melalui komputer)
Pemalsuan melalui komputer dapat dikenakan Pasal 378 KUHP atau
Undang-Undang tentang Hak Cipta, Paten, dan Merk. Hal ini disesuaikan dengan
modus operandi kejahatan yang terjadi.
13)
Computer-related
betting (perjudian
melalui komputer)
Perjudian melalui komputer merupakan perbuatan melakukan perjudian
biasa yang menggunakan komputer sebagai alat dalam operasinalisasinya sehingga
perbuatan tersebut dapat diancam dengan Pasal 303 KUHP.
14)
Computer-related
Extortion and Threats (pemerasan dan pengancaman melalui komputer).
Pemerasan dan pengancaman melalui komputer merupakan perbuatan pemerasan
biasa yang menggunakan komputer sebagai alat dalam operasinalisasinya sehingga
perbuatan tersebut dapat diancam dengan Pasal 368 KUHP.
15)
Child
pornography (pornografi
anak)
Perbuatan memproduksi, menawarkan, dan menyebarkan pornografi anak melalui
sistem komputer dapat diancam dengan Pasal 282 KUHP. Perbuatan mendapatkan
pornografi anak belum ada diatur di dalam undang-undang dan perlu segera diatur
mengingat semakin banyaknya peminat pornografi anak akan memacu semakin
meningkatnya pula produksi, penawaran, dan peredaran pornografi anak.
16)
Infringements
of copyright and related rights (pelanggaran terhadap hak cipta dan hak-hak terkait)
Pelanggaran hak cipta dan hak-hak terkait dapat diancam dengan ketentuan
pidana yang terdapat di dalam Undang-Undang Hak Cipta dan hak-hak terkait. Kejahatan
ini bisa tergolong menjadi cybercrime disebabkan perbuatan yang secara insidental
melibatkan penggunaan komputer dalam pelaksanaannya.
17)
Drug
traffickers (peredaran
narkoba);
Peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang juga merupakan suatu perbuatan
biasa yang disebabkan secara insidental melibatkan penggunaan komputer dalam
pelaksanaannya sehingga digolongkan pula sebagai cybercrime. Oleh karena itu, perbuatan
drug traffickers dapat diancam pidana sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
C.
KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Cyber crime merupakan perbuatan yang merugikan.
Para korban menganggap atau memberi stigma bahwa pelaku cybercrime adalah
penjahat. Indonesia sendiri, memegang peringkat kedua setelah Ukraina atas
maraknya tindak kejahatan dunia maya yang telah terjadi di tanah air ini yang
diakibatkan lemahnya sistem keamanan di situs-situs dan jaringan internet.
2. Sistem
perundang-undangan di Indonesia belum mengatur secara khusus mengenai kejahatan
komputer melalui media internet. Beberapa peraturan yang ada baik yang terdapat
di dalam KUHP maupun di luar KUHP untuk sementara dapat diterapkan terhadap
beberapa kejahatan, tetapi ada juga kejahatan yang tidak dapat diantisipasi
oleh undang-undang yang saat ini berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahid dan Mohammad Labib. 2005. Kejahatan Mayantara (cyber crime)
Jakarta: PT. Rafika Aditama.
Agung Raharjo. 2002. Cybercrime.
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Alfiyatun
Ni’mah, “Pemanfaatan Internet sebagai Sumber Belajar”, artikel diakses dari http://repository.ump.ac.id/8/3/Bab.html, pada 13 Mei 2018 pukul 15:30.
CyberTECH. “Steven Haryanto”. 6
November 2002.
Deris
Setiawan. 2005. Sistem Keamanan Komputer. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.
Hinca IP Panjaitan dkk. 2005. Membangun Cyber Law Indonesia yang
Demokratis. Jakarta: IMLPC.
Muladi.
tth. Kapita Selekta Peradilan Pidana. Semarang: UNDIP.
Petrus Reinhard Golose. “Perkembangan Cybercrime dan Upaya
Penanggulangannya di Indonesia oleh POLRI”. Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan.
Vol. 4 No. 2, Agustus 2006.
Ronal.
“Tinjauan Yuridis Terhadap Cyber Crime”. artikel diakses dari http://www.media.neliti.com/media/publication/149003-ID-none.pdf.html,
pada 13 Mei 2018 pukul 15:30.
Sinar
Harapan. “Cyber War Indonesia-Malaysia agar dihentikan”. 10 April 2005.
Suara Merdeka. “Polisi Tangkap Hacker KPU”. 27 April 2004.
Waspada . “Penipuan melalui Internet”. 21 Februari 2005.
[1]Petrus Reinhard
Golose, “Perkembangan Cybercrime dan Upaya Penanggulangannya di Indonesia oleh
POLRI”, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Vol. 4 No. 2, Agustus
2006, hlm. 30.
[2]Ronal,
“Tinjauan Yuridis Terhadap Cyber Crime”, artikel diakses dari http://www.media.neliti.com/media/publication/149003-ID-none.pdf.html,
pada 13 Mei 2018 pukul 115:30, hlm. 2.
[3]Alfiyatun
Ni’mah, “Pemanfaatan Internet sebagai Sumber Belajar”, artikel diakses dari http://repository.ump.ac.id/8/3/Bab.html, pada 13 Mei 2018 pukul 15:30,
hlm. 7.
[4] Ibid.,
hlm. 9.
[5]
JE Sahetapy dan
B Marjono Reksodiputro, 1983.
[6]
Abdul Wahid dan
Mohammad Labib, Kejahatan Mayantara (cyber crime), (Jakarta: PT.
Rafika Aditama, 2005), hlm. 40.
[9] Hinca IP
Panjaitan dkk, Membangun Cyber Law Indonesia yang Demokratis, (Jakarta:
IMLPC, 2005), hlm. 17-19.
[10]Muladi, Kapita
Selekta Peradilan Pidana, (Semarang: UNDIP), hlm. 23.
[11] Suara Merdeka,
“Polisi Tangkap Hacker KPU”, 27 April 2004, hlm. 8.
[15] Sinar Harapan,
“Cyber War Indonesia-Malaysia agar dihentikan”, 10 April 2005, hlm. 6.
Gabung dalam percakapan