INTERNET SEBAGAI MEDIA KEJAHATAN BARU DI DUNIA MAYA (CYBER CRIME)


INTERNET SEBAGAI MEDIA KEJAHATAN BARU 
DI DUNIA MAYA (CYBER CRIME)
oleh : Indah Lestari 



A.      PENDAHULUAN
1.         Latar Belakang
Perkembangan jaman terutama dalam bidang teknologi informasi (TI) telah banyak memberikan dampak di berbagai aspek kehidupan. Salah satu bagian dari perkembangan teknologi informasi yang melahirkan ruang komunikasi dan informasi secara global ialah internet. Internet memberikan fasilitas yang memudahkan manusia untuk berkomunikasi tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu.
Perkembangan internet yang semakin hari semakin kompleks membawa dampak positif maupun negatif dalam kehidupan. Dampak positif dari perkembangan internet tentunya memberikan banyak manfaat dan kemudahan, misalnya bermunculannya transaksi-transaksi melalui jaringan elektronik atau online di berbagai sektor, seperti e-banking yang memudahkan kita dalam melakukan transaksi perbankan kapan saja dan dimana saja,  e-commerce yang memudahkan dalam transaksi jual beli barang tanpa mengenal tempat, dan e-library yang  memberi kemudahan dalam mencari referensi dan informasi mengenai ilmu pengetahuan, serta masih banyak lagi kemudahan yang didapat dari perkembangan internet tersebut.[1]
Namun di sisi lain, tidak bisa dipungkiri kalau dampak negatif yang dibawa oleh internet juga tidak kalah banyak, yakni internet memberi ruang terhadap mereka yang berniat jahat dan ingin melakukan tindakan kriminal, yang semula dilakukan secara konvensional seperti pencurian, penipuan, dan pengancaman, kini dapat dilakukan secara virtual (tidak langsung dan tidak nyata) dengan menggunakan internet sebagai sarananya, yang dalam hal ini dikenal dengan istilah cyber crime.
Cyber crime mulai menjadi bentuk kejahatan serius yang membahayakan keamanan baik individu, masyarakat maupun negara serta bagi tatanan kehidupan secara global.[2] Pengungkapan cyber crime ini masih sangat kecil sekali, hal ini dikarenakan banyaknya hambatan dan kendala yang dihadapi saat akan mengungkap kasus, dimana pelaku tidak mudah untuk dideteksi, ditambah lagi dengan penggunaan nama samaran dan akun palsu di jejaring sosial yang dimilikinya. Kejahatan jenis ini dapat dilakukan hanya dari depan layar komputer atau gadget yang memiliki jaringan internet tanpa takut diketahui oleh orang lain ataupun saksi mata.
Mengingat bahwa cyber crime tidak mengenal batas negara sehingga termasuk kedalam Transnational Crime dan memiliki sifat efisien serta cepat, sehingga menyulitkan penyidik dalam melakukan penangkapan terhadap pelakunya, maka dalam upaya penanggulangannya memerlukan suatu koordinasi dan kerjasama antar negara.
Berbagai macam penelitian dan survei yang telah dilakukan, menunjukkan hasil bahwa kasus cyber crime dari tahun ke tahun kian mengalami peningkatan, dari fakta tersebut dapat dipastikan bahwa penggunaan internet masih dibilang belum aman baik bagi warga Indonesia maupun masyarakat dunia.

Melalui permasalahan yang diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan kajian mendalam tentang cyber crime melaui artikel ini dengan judul INTERNET SEBAGAI MEDIA KEJAHATAN BARU DI DUNIA MAYA (CYBER CRIME)


2.         Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
a.         Bagaimana cyber crime di Indonesia?
b.        Bagaimana pengaturan cyber crime dalam perundang-undangan Indonesia?

3.         Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan artikel ini antara lain sebagai berikut:
a.         Untuk mengetahui cyber crime di Indonesia.
b.        Untuk mengetahui pengaturan cyber crime dalam perundang-undangan Indonesia.

B.       PEMBAHASAN
1.      Pengertian Internet
Menurut Supriyanto dalam Alfiyatun[3], Internet (interconnected networking) berarti jaringan-jaringan komputer yang saling terhubung. Istilah internet yang dikenal, mengacu pada gabungan jaringan komputer di seluruh dunia. Jadi, internet adalah gabungan jaringan komputer di seluruh dunia yang membentuk suatu sistem jaringan informasi secara global.
Perkembangan internet sudah sangat pesat. Teknologi sudah merambah hingga ke kepelosok negeri bahkan ke berbagai belahan dunia. Dengan memanfaatkan internet, memungkinkan orang dapat mengakses data, bekerjasama, dan bertukar informasi. Selain itu, internet juga memberikan informasi yang aktual dan menarik,sehingga membuat penggunanya tidak akan ketinggalan informasi. Oleh karena itu, di jaman yang sudah canggih seperti sekarang, hampir semua orang bahkan anak kecil sekalipun tidak dapat melepaskan diri dari penggunaan internet dalam menunjang aktifitas kehidupannya sehari-hari.[4]
          Melihat perkembangannya tersebut, internet sekarang merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat luas. Internet bukan lagi menjadi barang yang mewah, keberadaanya saat ini sudah sangat mudah untuk didapat dan diakses. Mudahnya internet untuk didapatkan oleh siapapun dan dimanapun menimbulkan kebebasan akses yang seringkali berdampak negatif, karena tidak jarang beberapa orang menyalahgunakan fasilitas internet sebagai sarana kriminalitas, asusila dan lain sebagainya.

2.      Pengertian Kejahatan
Kejahatan mengandung konotasi tertentu, dan merupakan penamaan yang bersifat relatif, menurut JE Sahetapy dan B Marjono Reksodiputro[5], pengertian kejahatan sebenarnya hanya merupakan suatu nama atau cap (label stigma) yang diberikan oleh orang-orang tertentu untuk menilai perbuatan-perbuatan dari seseorang atau sekelompok orang sebagai perbuatan jahat. Pengertian kejahatan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.
Kriteria kejahatan dalam arti yuridis pun dapat berubah dari waktu ke waktu. Istilah kejahatan adalah sebutan yang diberikan atau yang diletakkan pada salah satu jenis perbuatan manusia diantara perbuatan-perbuatan lainnya. Perbuatan jahat dianggap melanggar atau bertentangan dengan apa yang ditentukan dalam kaidah peraturan perundang-undangan misalnya mencuri, membunuh atau tidak memenuhi panggilan pengadilan, dalam perspektif hukum kejahatan adalah segala perbuatan yang melanggar ketentuan hukum sebagaimana yang diatur dalam kitab KUHP maupun perundang-undangan tertulis lainnya.

3.      Cyber Crime
Perkembangan teknologi jaringan komputer global atau Internet telah menciptakan dunia baru yang dinamakan cyberspace, sebuah dunia komunikasi berbasis komputer yang menawarkan realitas yang baru, yaitu realitas virtual.
Secara etimologis, istilah cyberspace merupakan suatu istilah baru yang hanya dapat ditemukan di dalam kamus mutakhir. Perkembangan teknologi komputer juga menghasilkan berbagai bentuk kejahatan komputer di lingkungan cyberspace yang kemudian melahirkan istilah baru yang dikenal dengan cyber crime.
Kejahatan dunia maya (cyber crime) ini muncul seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat, untuk lebih mendalam ada beberapa pendapat di bawah ini tentang apa yang dimaksud dengan cyber crime, diantaranya adalah menurut kepolisian Inggris, cyber crime adalah segala macam penggunaan jaringan komputer untuk tujuan kriminal/kriminal berteknologi tinggi dengan menyalahgunakan kemudahan teknologi digital.[6]
Selanjutnya, Andi Hamzah mengartikan cyber crime sebagai kejahatan di bidang komputer yang secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal.[7]
Dari beberapa pengertian di atas, cyber crime dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai jaringan komputer sebagai sarana/ alat atau komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain.
Sebagian besar dari perbuatan cyber crime dilakukan oleh seseorang yang sering disebut dengan cracker. Tercatat hacking yang dilakukan oleh cracker pertama kali terjadi pada tanggal 12 Juni 1995 terhadap The Spot dan tanggal 12 Agustus 1995 terhadap Crackers Move Page. Berdasarkan catatan itu pula, situs pemerintah Indonesia pertama kali mengalami serangan cracker pada tahun 1997 sebanyak 5 (lima) kali.[8]
Kegiatan hacking atau cracking yang merupakan salah satu bentuk cyber crime tersebut telah membentuk opini umum para pemakai jasa internet bahwa cyber crime merupakan suatu perbuatan yang merugikan bahkan amoral. Para korban menganggap atau memberi stigma bahwa cracker adalah penjahat.

4.      Modus Operandi
Kejahatan yang berhubungan erat dengan penggunaan teknologi yang berbasis komputer dan jaringan telekomunikasi ini dikelompokkan dalam beberapa bentuk sesuai modus operandi yang ada[9], antara lain:
a.        Unauthorized Access to Computer System and Service
Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Biasanya pelaku kejahatan (hacker) melakukannya dengan maksud sabotase ataupun pencurian informasi penting dan rahasia. Namun begitu, ada juga yang melakukannya hanya karena merasa tertantang untuk mencoba keahliannya menembus suatu sistem yang memiliki tingkat proteksi tinggi. Kejahatan ini semakin marak dengan berkembangnya teknologi Internet/intranet. Kita tentu belum lupa ketika masalah Timor Timur sedang hangat-hangatnya dibicarakan di tingkat internasional, beberapa website milik pemerintah RI dirusak oleh hacker (Kompas, 11/08/1999). Beberapa waktu lalu, hacker juga telah berhasil menembus masuk ke dalam data base berisi data para pengguna jasa America Online (AOL), sebuah perusahaan Amerika Serikat yang bergerak dibidang e-commerce yang memiliki tingkat kerahasiaan tinggi (Indonesian Observer, 26/06/2000). Situs Federal Bureau of Investigation (FBI) juga tidak luput dari serangan para hacker, yang mengakibatkan tidak berfungsinya situs ini beberapa waktu lamanya (http://www.fbi.org).



b.        Illegal Contents
Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke Internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum. Sebagai contohnya, pemuatan suatu berita bohong atau fitnah yang akan menghancurkan martabat atau harga diri pihak lain, hal-hal yang berhubungan dengan pornografi atau pemuatan suatu informasi yang merupakan rahasia negara, agitasi dan propaganda untuk melawan pemerintahan yang sah dan sebagainya.

c.         Data Forgery
Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumendokumen penting yang tersimpan sebagai scripless document melalui Internet. Kejahatan ini biasanya ditujukan pada dokumen-dokumen e-commerce dengan membuat seolah-olah terjadi "salah ketik" yang pada akhirnya akan menguntungkan pelaku karena korban akan memasukkan data pribadi dan nomor kartu kredit yang dapat saja disalah gunakan.

d.        Cyber Espionage
Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan Internet untuk melakukan kegiatan matamata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer (computer network system) pihak sasaran. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan bisnis yang dokumen ataupun data pentingnya (data base) tersimpan dalam suatu sistem yang computerized (tersambung dalam jaringan komputer).

e.         Cyber Sabotage and Extortion
Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan Internet. Biasanya kejahatan ini dilakukan dengan menyusupkan suatu logic bomb, virus komputer ataupun suatu program tertentu, sehingga data, program komputer atau sistem jaringan komputer tidak dapat digunakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya, atau berjalan sebagaimana yang dikehendaki oleh pelaku.

f.          Offense against Intellectual Property 
Kejahatan ini ditujukan terhadap hak atas kekayaan intelektual yang dimiliki pihak lain di Internet. Sebagai contoh, peniruan tampilan pada web page suatu situs milik orang lain secara ilegal, penyiaran suatu informasi di Internet yang ternyata merupakan rahasia dagang orang lain, dan sebagainya.

g.         Infringements of Privacy
Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara computerized, yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat merugikan korban secara materil maupun immateril, seperti nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, cacat atau penyakit tersembunyi dan sebagainya.

5.      Cyber crime di Indonesia
Cyber crime memiliki bentuk beragam, karena setiap Negara tidak selalu sama dalam kriminalisasi. Begitu pula dalam setiap Negara menyebut apakah suatu perbuatan tergolong kejahatan “cyber crime” atau bukan kejahatan “cyber crime” juga belum tentu sama. Secara teoritik, berkaitan dengan konsepsi kejahatan Muladi[10] mengemukakan bahwa asas mala in se mengajarkan bahwa suatu perbuatan dikategorikan sebagai kejahatan karena masyarakat dengan sendirinya mengangap perbuatan tersebut jahat. Sedangkan berdasarkan asas mala prohibita suatu perbuatan jahat karena melanggar peraturan perundang-undangan.
Karakterisitk selanjutnya yang merupakan ciri khas pelaku kejahatan cyber crime di Indonesia merupakan usia muda dari golongan terdidik dan terpelajar seperti mahasiswa. Seperti yang pernah terjadi sebelumnya di Indonesia kasus pembobolan situs KPU pada tahun 2004[11], pelaku pembobolan yang bernama Dany Firmansyah termasuk seorang yang terpelajar, dia merasa tertantang dengan pernyataan resmi oleh pengelola situs KPU tahun 2004 bahwa biaya untuk keamanan dari situs KPU tersebut memakan biaya hingga puluhan miliar rupiah. Begitu juga dengan pembobolan situs presiden RI yang ke 6 SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) yang telah diretas oleh seorang pemuda asal Jember, Jawa Timur yang menamakan diri sebagai Jember hacker.
E-commerce tidak sedikit membuka peluang bagi terjadinya tindak pidana penipuan, seperti yang dilakukan oleh sekelompok pemuda di Medan yang memasang iklan disalah satu website terkenal “Yahoo” dengan seolah - olah menjual mobil mewah Ferrary dan Lamborghini dengan harga murah sehingga menarik minat seorang pembeli dari Kuwait.[12] Perbuatan tersebut dapat dilakukan tanpa adanya hubungan terlebih dahulu antara penjual dan pembeli, padahal biasanya untuk kasus penipuan terdapat hubungan antara korban atau tersangka.
Dunia perbankan melalui Internet (e-banking) Indonesia, dikejutkan oleh ulah seseorang bernama Steven Haryanto[13], seorang hacker dan jurnalis pada majalah Master Web. Lelaki asal Bandung ini dengan sengaja membuat situs asli tapi palsu layanan Internet banking Bank Central Asia, (BCA). Steven membeli domain-domain dengan nama mirip www.klikbca.com (situs asli Internet banking BCA), yaitu domain wwwklik-bca.com, kilkbca.com, clikbca.com, klickca.com. dan klikbac.com. Isi situs-situs pelesetan inipun nyaris sama, kecuali tidak adanya security untuk bertransaksi dan adanya formulir akses (login form) palsu.
Jika nasabah BCA salah mengetik situs BCA asli maka nasabah tersebut masuk perangkap situs pelesetan yang dibuat oleh Steven sehingga identitas pengguna (user id) dan nomor identitas personal (PIN) dapat di ketahuinya. Diperkirakan, 130 nasabah BCA tercuri datanya. Menurut pengakuan Steven pada situs bagi para webmaster di Indonesia, www.webmaster.or.id, tujuan membuat situs plesetan adalah agar publik menjadi lebih berhati- hati dan tidak ceroboh saat melakukan pengetikan alamat situs (typo site), bukan untuk mengeruk keuntungan.
Menurut perusahaan Security Clear Commerce di Texas USA, saat ini Indonesia menduduki peringkat ke 2 setelah Ukraina dalam hal kejahatan Carding[14] dengan memanfaatkan teknologi informasi (internet) yaitu menggunakan nomor kartu kredit orang lain untuk melakukan pemesanan barang secara online. Komunikasi awalnya dibangun melalui e-mail untuk menanyakan kondisi barang dan melakukan transaksi. Setelah terjadi kesepakatan, pelaku memberikan nomor kartu kreditnya dan penjual mengirimkan barangnya, cara ini relatif aman bagi pelaku karena penjual biasanya membutuhkan 3-5 hari untuk melakukan kliring atau pencairan dana sehingga pada saat penjual mengetahui bahwa nomor kartu kredit tersebut bukan milik pelaku, barang sudah terlanjur terkirim.
Kelemahan admin dari suatu website juga terjadi pada penyerangan terhadap website www.golkar.or.id milik Partai Golkar. Serangan terjadi hingga 1577 kali melalui jalan yang sama tanpa adanya upaya menutup celah tersebut disamping kemampuan Hacker yang lebih tinggi, dalam hal ini teknik yang digunakan oleh Hacker adalah PHP Injection dan mengganti tampilan muka website dengan gambar wanita sexy serta gorilla putih sedang tersenyum.
Teknik lain adalah yang memanfaatkan celah sistem keamanan server alias hole Cross Server Scripting (XXS) yang ada pada suatu situs. XXS adalah kelemahan aplikasi di server yang memungkinkan user atau pengguna menyisipkan baris-baris perintah lainnya. Biasanya perintah yang disisipkan adalah Javascript sebagai jebakan, sehingga pembuat hole bisa mendapatkan informasi data pengunjung lain yang berinteraksi di situs tersebut. Makin terkenal sebuah website yang mereka deface, makin tinggi rasa kebanggaan yang didapat. Teknik ini pulalah yang menjadi andalan saat terjadi cyberwar antara hacker Indonesia dan hacker Malaysia, yakni perang di dunia maya yang identik dengan perusakan website pihak lawan.[15]
Menurut Deris Setiawan[16], terjadinya serangan ataupun penyusupan ke suatu jaringan komputer biasanya disebabkan karena administrator (orang yang mengurus jaringan) seringkali terlambat melakukan patching security (instalasi program perbaikan yang berkaitan dengan keamanan suatu sistem). Hal ini mungkin saja disebabkan karena banyaknya komputer atau server yang harus ditanganinya.
Fakta-fakta kasus tersebut telah membuktikan dengan nyata bahwa pelaku cyber crime di indonesia merupakan golongan terpelajar dan berusia muda.

6.      Pengaturan Cyber Crime dalam Perundang-undangan Indonesia
Sistem perundang-undangan di Indonesia belum mengatur secara khusus mengenai kejahatan komputer termasuk cyber crime. Mengingat terus meningkatnya kasus-kasus cyber crime di Indonesia yang harus segera dicari pemecahan masalahnya maka beberapa peraturan baik yang terdapat di dalam KUHP maupun di luar KUHP untuk sementara dapat diterapkan terhadap beberapa kejahatan berikut ini[17]:
1)      Illegal access (akses secara tidak sah terhadap sistem komputer)
Perbuatan melakukan akses secara tidak sah terhadap sistem komputer belum ada diatur secara jelas di dalam sistem perundang-undangan di Indonesia. Untuk sementara waktu, Pasal 22 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dapat diterapkan.
Pasal 22 Undang-Undang Telekomunikasi menyatakan:
 “Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi:
a. akses ke jaringan telekomunikasi; dan/atau
b. akses ke jasa telekomunikasi; dan/atau
c. akses ke jaringan telekomunikasi khusus.”
Pasal 50 Undang-Undang Telekomunikasi memberikan ancaman pidana terhadap barang siapa yang melanggar ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Telekomunikasi dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

2)      Data interference (mengganggu data komputer) dan System interference (mengganggu sistem komputer)
Pasal 38 Undang-Undang Telekomunikasi belum dapat menjangkau perbuatan data interference maupun system interference yang dikenal di dalam Cybercrime. Jika perbuatan data interference dan system interference tersebut mengakibatkan kerusakan pada komputer, maka Pasal 406 ayat (1) KUHP dapat diterapkan terhadap perbuatan tersebut.

3)      Illegal interception in the computers, systems and computer networks operation (intersepsi secara tidak sah terhadap operasional komputer, sistem, dan jaringan komputer)
Pasal 40 Undang-Undang Telekomunikasi dapat diterapkan terhadap jenis perbuatan intersepsi ini. Pasal 56 Undang-Undang Telekomunikasi memberikan ancaman pidana terhadap barang siapa yang melanggar ketentuan Pasal 40 tersebut dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

4)      Data Theft (mencuri data)
Perbuatan melakukan pencurian data sampai saat ini tidak ada diatur secara khusus, bahkan di Amerika Serikat sekalipun. Pada kenyataannya, perbuatan Illegal access yang mendahului perbuatan data theft yang dilarang, atau jika data thef diikuti dengan kejahatan lainnya, barulah ia menjadi suatu kejahatan bentuk lainnya, misalnya data leakage and espionage dan identity theft and fraud.
Pencurian data merupakan suatu perbuatan yang telah mengganggu hak pribadi seseorang, terutama jika si pemiik data tidak menghendaki ada orang lain yang mengambil atau bahkan sekedar membaca datanya tersebut. Jika para ahli hukum sepakat menganggap bahwa perbuatan ini dapat dimasukkan sebagai perbuatan pidana, maka untuk sementara waktu Pasal 362 KUHP dapat diterapkan.

5)      Data leakage and espionage (membocorkan data dan memata-matai)
Perbuatan membocorkan dan memata-matai data atau informasi yang berisi tentang rahasia negara diatur di dalam Pasal 112, 113, 114, 115 dan 116 KUHP.
Pasal 323 KUHP mengatur tentang pembukaan rahasia perusahaan yang dilakukan oleh orang dalam (insider). Sedangkan perbuatan membocorkan data rahasia perusahaan dan memata-matai yang dilakukan oleh orang luar perusahaan dapat dikenakan Pasal 50 jo. Pasal 22, Pasal 51 jo. Pasal 29 ayat (1), dan Pasal 57 jo. Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Telekomunikasi.

6)      Misuse of devices (menyalahgunakan peralatan komputer),
Perbuatan Misuse of devices pada dasarnya bukanlah merupakan suatu perbuatan yang berdiri sendiri, sebab biasanya perbuatan ini akan diikuti dengan perbuatan melawan hukum lainnya.
Sistem perundang-undangan di Indonesia belum ada secara khusus mengatur dan mengancam perbuatan ini dengan pidana. Hal ini tidak menjadi persoalan, sebab yang perlu diselidiki adalah perbuatan melawan hukum apa yang mengikuti perbuatan ini. Ketentuan yang dikenakan bisa berupa penyertaan (Pasal 55 KUHP), pembantuan (Pasal 56 KUHP) ataupun langsung diancam dengan ketentuan yang mengatur tentang perbuatan melawan hukum yang menyertainya.

7)      Credit card fraud (penipuan kartu kredit)
Penipuan kartu kredit merupakan perbuatan penipuan biasa yang menggunakan komputer dan kartu kredit yang tidak sah sebagai alat dalam melakukan kejahatannya sehingga perbuatan tersebut dapat diancam dengan Pasal 378 KUHP.

8)      Bank fraud (penipuan bank)
Penipuan bank dengan menggunakan komputer sebagai alat melakukan kejahatan dapat diancam dengan Pasal 362 KUHP atau Pasal 378 KUHP, tergantung dari modus operandi perbuatan yang dilakukannya.

9)      Service Offered fraud (penipuan melalui penawaran suatu jasa)
Penipuan melalui penawaran jasa merupakan perbuatan penipuan biasa yang menggunakan komputer sebagai salah satu alat dalam melakukan kejahatannya sehingga dapat diancam dengan Pasal 378 KUHP.

10)  Identity Theft and fraud (pencurian identitas dan penipuan)
Pencurian identitas yang diikuti dengan melakukan kejahatan penipuan dapat diancam dengan Pasal 362 KUHP atau Pasal 378 KUHP, tergantung dari modus operandi perbuatan yang dilakukannya.
11)  Computer-related fraud (penipuan melalui komputer)
Penipuan melalui komputer juga merupakan perbuatan penipuan biasa yang menggunakan komputer sebagai alat dalam melakukan kejahatannya sehingga perbuatan tersebut dapat diancam pidana dengan Pasal 378 KUHP.

12)    Computer-related forgery (pemalsuan melalui komputer)
Pemalsuan melalui komputer dapat dikenakan Pasal 378 KUHP atau Undang-Undang tentang Hak Cipta, Paten, dan Merk. Hal ini disesuaikan dengan modus operandi kejahatan yang terjadi.

13)    Computer-related betting (perjudian melalui komputer)
Perjudian melalui komputer merupakan perbuatan melakukan perjudian biasa yang menggunakan komputer sebagai alat dalam operasinalisasinya sehingga perbuatan tersebut dapat diancam dengan Pasal 303 KUHP.

14)    Computer-related Extortion and Threats (pemerasan dan pengancaman melalui komputer).
Pemerasan dan pengancaman melalui komputer merupakan perbuatan pemerasan biasa yang menggunakan komputer sebagai alat dalam operasinalisasinya sehingga perbuatan tersebut dapat diancam dengan Pasal 368 KUHP.

15)  Child pornography (pornografi anak)
Perbuatan memproduksi, menawarkan, dan menyebarkan pornografi anak melalui sistem komputer dapat diancam dengan Pasal 282 KUHP. Perbuatan mendapatkan pornografi anak belum ada diatur di dalam undang-undang dan perlu segera diatur mengingat semakin banyaknya peminat pornografi anak akan memacu semakin meningkatnya pula produksi, penawaran, dan peredaran pornografi anak.

16)  Infringements of copyright and related rights (pelanggaran terhadap hak cipta dan hak-hak terkait)
Pelanggaran hak cipta dan hak-hak terkait dapat diancam dengan ketentuan pidana yang terdapat di dalam Undang-Undang Hak Cipta dan hak-hak terkait. Kejahatan ini bisa tergolong menjadi cybercrime disebabkan perbuatan yang secara insidental melibatkan penggunaan komputer dalam pelaksanaannya.

17)  Drug traffickers (peredaran narkoba);
Peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang juga merupakan suatu perbuatan biasa yang disebabkan secara insidental melibatkan penggunaan komputer dalam pelaksanaannya sehingga digolongkan pula sebagai cybercrime. Oleh karena itu, perbuatan drug traffickers dapat diancam pidana sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.



C.      KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
1.      Cyber crime merupakan perbuatan yang merugikan. Para korban menganggap atau memberi stigma bahwa pelaku cybercrime adalah penjahat. Indonesia sendiri, memegang peringkat kedua setelah Ukraina atas maraknya tindak kejahatan dunia maya yang telah terjadi di tanah air ini yang diakibatkan lemahnya sistem keamanan di situs-situs dan jaringan internet.
2.      Sistem perundang-undangan di Indonesia belum mengatur secara khusus mengenai kejahatan komputer melalui media internet. Beberapa peraturan yang ada baik yang terdapat di dalam KUHP maupun di luar KUHP untuk sementara dapat diterapkan terhadap beberapa kejahatan, tetapi ada juga kejahatan yang tidak dapat diantisipasi oleh undang-undang yang saat ini berlaku.



DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahid dan Mohammad Labib. 2005.  Kejahatan Mayantara (cyber crime) Jakarta: PT. Rafika Aditama.
Agung Raharjo. 2002.  Cybercrime. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Alfiyatun Ni’mah, “Pemanfaatan Internet sebagai Sumber Belajar”, artikel diakses dari http://repository.ump.ac.id/8/3/Bab.html, pada 13 Mei 2018 pukul 15:30.
CyberTECH. “Steven Haryanto”.  6 November 2002.
Deris Setiawan. 2005. Sistem Keamanan Komputer. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Hinca IP Panjaitan dkk. 2005. Membangun Cyber Law Indonesia yang Demokratis. Jakarta: IMLPC.
Muladi. tth. Kapita Selekta Peradilan Pidana. Semarang:  UNDIP.
Petrus Reinhard Golose. “Perkembangan Cybercrime dan Upaya Penanggulangannya di Indonesia oleh POLRI”. Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan. Vol. 4 No. 2, Agustus 2006.
Ronal. “Tinjauan Yuridis Terhadap Cyber Crime”. artikel diakses dari http://www.media.neliti.com/media/publication/149003-ID-none.pdf.html, pada 13 Mei 2018 pukul 15:30.
Sinar Harapan. “Cyber War Indonesia-Malaysia agar dihentikan”. 10 April 2005.
Suara Merdeka. “Polisi Tangkap Hacker KPU”. 27 April 2004.
Waspada . “Penipuan melalui Internet”.  21 Februari 2005.



[1]Petrus Reinhard Golose, “Perkembangan Cybercrime dan Upaya Penanggulangannya di Indonesia oleh POLRI”, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Vol. 4 No. 2, Agustus 2006, hlm. 30.
[2]Ronal, “Tinjauan Yuridis Terhadap Cyber Crime”, artikel diakses dari http://www.media.neliti.com/media/publication/149003-ID-none.pdf.html, pada 13 Mei 2018 pukul 115:30, hlm. 2.
[3]Alfiyatun Ni’mah, “Pemanfaatan Internet sebagai Sumber Belajar”, artikel diakses dari http://repository.ump.ac.id/8/3/Bab.html, pada 13 Mei 2018 pukul 15:30, hlm. 7.
[4] Ibid., hlm. 9.
[5] JE Sahetapy dan B Marjono Reksodiputro, 1983.
[6] Abdul Wahid dan Mohammad Labib, Kejahatan Mayantara (cyber crime), (Jakarta: PT. Rafika Aditama, 2005), hlm. 40.
[7] Petrus Reinhard Golose, op.cit.,hlm. 34.
[8] Agung Raharjo, Cybercrime, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 35-39.
[9] Hinca IP Panjaitan dkk, Membangun Cyber Law Indonesia yang Demokratis, (Jakarta: IMLPC, 2005), hlm. 17-19.
[10]Muladi, Kapita Selekta Peradilan Pidana, (Semarang:  UNDIP), hlm. 23.
[11] Suara Merdeka, “Polisi Tangkap Hacker KPU”, 27 April 2004, hlm. 8.
[12] Waspada , “Penipuan melalui Internet”,  21 Februari 2005, hlm. 4.
[13] CyberTECH , “Steven Haryanto”,  6 November 2002, hlm. 36.
[14]  Petrus Reinhard Golose, op.cit.,hlm. 32.
[15] Sinar Harapan, “Cyber War Indonesia-Malaysia agar dihentikan”, 10 April 2005, hlm. 6.
[16] Deris Setiawan, Sistem Keamanan Komputer,  (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2005), hlm. 36.
[17] Cyber Crime di Indonesia

Posting Komentar untuk "INTERNET SEBAGAI MEDIA KEJAHATAN BARU DI DUNIA MAYA (CYBER CRIME)"